Pemerintah Harus Batalkan Rencana Penjualan PT Mitratel
Pemerintah didesak membatalkan rencana penjualan PT. Daya Mitra Telekomunikasi (Mitratel), anak perusahaan
Editor: Widiyabuana Slay
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah didesak membatalkan rencana penjualan PT. Daya Mitra Telekomunikasi (Mitratel), anak perusahaan PT.Telkom yang mengelola menara-menara pemancar. DPR RI pun diminta untuk bertindak cepat dengan secara proaktif menggalang penolakannya.
Hal itu disampaikan Uchok Sky Khadafi dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), dalam diskusi bertopik 'Mewaspadai Penjualan Aset BUMN' di Jakarta, Minggu (24/11/2013). Dia mengatakan dirinya menduga aroma kepentingan politik sangat kental dalam proses penjualan Mitratel itu. "Lebih baik penjualan dibatalkan Pemerintah," tegas Uchok.
DPR RI sendiri harus menekan Pemerintah agar penjualan dibatalkan. Sebab bila sampai dijual hingga 49 persen lebih seperti direncanakan, ujungnya nanti perusahaan itu akan berpraktik layaknya swasta tanpa memperhatikan kepentingan publik.
"Soal harga pelayanan misalnya, bisa langsung dinaikkan. Ini jelas ujungnya akan memberatkan rakyat sebagai penggguna jasa telekomunikasi. Kalaupun mau dijual lewat IPO, asetnya harus dinaikkan dulu," ujar Uchok.
Pengamat Transparansi Publik yang juga mantan anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo, mengatakan Telkom sebagai pemilik Mitratel, harus segera memberi penjelasan kepada publik soal rencana penjualan itu.
"Telkom harus menjelaskan ke masyarakat, bahwa keadaan Mitratel itu seperti apa. Itu bagian dari transparansi publik," kata Agus.
Dari penjelasan itu kemudian harus didiskusikan ke DPR dan Pers, sebagai bagian dari usaha mengkonsultasikan masalah itu ke masyarakat.
"Kalau memang pada akhirnya, Mitratel harus dilepas, dia harus melalui mekanisme itu sehingga pemahaman sudah seimbang. Buat saya keterbukaan itu yang lebih penting," tegas Agus.
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKS, Arif Minardi menyatakan dirinya mendukung bila DPR segera memberi perhatian atas rencana penjualan itu. Selama ini kesan yang muncul adalah rencana penjualan Mitratel agar tertutup.
Sementara di sisi lain, publik dikejutkan dengan penjualan anak usaha Telkom lainnya, PT.Telkomvision, kepada CT Corporation yang mencurigakan dan sudah ditolak oleh DPR.
"Supaya tak jadi yurisprudensi. Dan mengaca pada kasus Telkomvision, menurut saya Mitratel ini harus dihentikan," tegas Arif.
Dia menegaskan bahwa aturan rencana penjualan aset-aset yang nilainya di atas Rp200 miliar harus dilakukan dengan persetujuan DPR. Karena itu, penjualan Mitratel yang dinilai akan melebihi angka itu haruslah atas persetujuan DPR.
"Jangan sampai ada pemakluman bahwa hanya pemegang saham saja yang memutuskan. Mitratel ini jangan sampai dibiarkan begitu saja," tegasnya.
Lebih jauh, dia menilai penjualan Mitratel layak dicurigai karena tingginya angka korupsi penyelenggara negara.
"Penjualan-penjualan seperti ini yang kemudian dicurigai jadi ajang pemburuan rente dan bagian dari akal-akalan," tukasnya.
Ditambahkan Arif, Telkom adalah perusahaan telekomunikasi dengan peringkat AAA yang sangat mudah mendapatkan pendanaan dari pasar finansial. Jadi alasan bahwa penjualan menara untuk memudahkan Mitratel mendapatkan pendanaan sangat tidak tepat. Justru ini akan mengurangi posisi tawar Telkom di masa depan.
Telkom memiliki nilai pasar Rp 225 triliun atau hampir 7 kali lipat dari perusahaan-perusahaan menara seperti Tower Bersama atau Sarana Menara. Telkom, lanjut Arif juga adalah perusahaan dengan rasio utang yang jauh lebih baik dibandingkan perusahaan-perusahaan menara, sehingga jauh lebih mudah mendapatkan utang dibandingkan perusahaan menara manapun.
“Selain itu, Mitratel sendiri adalah perusahaan yang sangat menguntungkan dengan margin laba bersih sekitar 20%, jauh lebih baik dari Telkom-nya sendiri. Mitratel juga memiliki captive market yang sangat besar, yaitu Telkom dan Telkomsel. Karena itu, rencana penjualan sebagian saham Mitratel harus dibatalkan!,” tegas mantan aktivis perburuhan ini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.