Artidjo: Jangankan Dokter, Hakim pun Bisa Dipidana
Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) Artidjo Alkostar menegaskan, tidak ada satu profesi pun yang boleh ditempatkan berada di atas hukum.
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com, Jakarta — Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) Artidjo Alkostar menegaskan, tidak ada satu profesi pun yang boleh ditempatkan berada di atas hukum. Hal itu sama saja dengan oligarki.
“Jangankan dokter, hakim pun bisa dipidana, bisa dihukum berat. Kok (dokter) merasa mau berada di atas hukum. Tidak boleh di mana pun berada. Tidak ada konstitusi yang membenarkan. Tidak boleh ada arogansi profesi. Semua harus patuh pada hukum,” ungkap Artidjo saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (27/11/2013).
Pernyataan tersebut dilontarkan menanggapi aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para dokter, Rabu. Aksi ini merupakan reaksi atas putusan MA Nomor 365 K/Pid/2012 yang menjatuhkan vonis 10 bulan penjara kepada dr Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr Hendry Simanjuntak, dan dr Hendy Siagian.
Ketiga dokter dinyatakan bersalah karena melakukan kealpaan yang menyebabkan matinya orang lain. Perkara tersebut diputus oleh Artidjo selaku ketua majelis kasasi dengan hakim anggota Dudu Duswara Machmudin dan Sofyan Sitompul.
Menurut Artidjo, hukum diciptakan bukan untuk hukum itu sendiri tetapi untuk kemanusiaan dan peradaban. Oleh karena itu, semua anak manusia harus diperlakukan sama sebab keadilan itu tidak mengenal batas. "Di dalam negara demokrasi yang berkeadaban, tidak boleh ada orang yang berada di atas hukum," tegas dia.
Menyusul adanya putusan tersebut, Kementerian Hukum dan HAM juga mengeluarkan larangan bepergian ke luar negeri atas permintaan Kejaksaan Agung terhadap dr Ayu, dr Hendry, dan dr Hendy. "Larangan itu berlaku untuk enam bulan mendatang," ujar Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana.
Aksi para dokter juga berlangsung di depan MA. Perwakilan para dokter diterima oleh Panitera MA dan Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur.
Dalam konferensi pers, Ridwan menjelaskan, dr Ayu dan rekannya telah mengajukan peninjauan kembali pada Agustus 2013. Majelis PK yang menangani perkara ini terdiri atas hakim agung Syarifuddin, Margono, dan Salman Luthan. Ridwan mengatakan, majelis PK akan memeriksa seluruh berkas termasuk putusan yang telah lalu dan prosedur penanganan pengajuan PK.
Menurut Ridwan, MA pada dasarnya menerima semua kritik atas kasus ini dengan besar hati. "Hal itu menjadi kontrol bagi lembaga peradilan," ujar dia.