Penangkapan Jaksa Subri Momentum Kejagung Lakukan Perubahan Besar
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi menjelaskan bahwa pengawasan internal tetap dilakukan Kejaksaan Agung
Penulis: Adi Suhendi
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ditangkapnya Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Subri (SUB) menjadi momentum bagi Kejaksaan Agung untuk melakukan perubahan besar di dalam tubuh korp Adhyaksa tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi menjelaskan bahwa pengawasan internal tetap dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Itu agenda rutin setiap triwulan mulai inspeksi umum, pengawasan khusus, inspeksi kasus. Itu merupakan tugas rutin. Masalahnya ini kan masalah moral manusia, integritas seorang jaksa, kata Untung di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (16/12/2013).
Ditanya mengapa masih ada jaksa-jaksa yang bermain meskipun sudah melakukan pengawasn, Untung mengatakan semua institusi pasti ada pengawasan internal, tetapi masalah pasti ada.
"Namun dengan kejadian ini merupakan momentum untuk melakukan perubahan-perubahan besar bagi seluruh jajaran Kejaksaan Agung di seluruh Indonesia. Karena penegak hukum bekerja berkaitan dengan integritas," katanya.
Pihaknya menyesalkan masih ada jaksa yang melakukan penyimpangan sehingga mencoreng nama baik kejaksaan.
"Kita sangat menyesalkan kasus yang dilakukan oleh oknum kejaksaan ini," ucapnya.
Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, Subri (SUB), dan Lusita Ani Razak (LAR) ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sebuah Hotel di Nusa Tenggara Barat, Sabtu (14/12/2013) malam.
Keduanya diteapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara tindak pidana umum terkait pemalsuan dokumen sertifikat tanah di wilayah Kabupaten Lombok Tengah dengan terdakwa seorang pengusaha atas nama Sugiharta alias Along. Kini keduanya ditahan di Rumah Tahanan KPK.
Subri disangkakan sebagai penerima suap. Ia dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Lusita dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Barang bukti dalam kasus itu adalah mata uang dollar Amerika (USD) berupa pecahan USD 100 sebanyak 164 lembar. Sehingga ditotal berjumlah USD 16.400 atau setara Rp 190 juta. Selain itu ada ratusan lembar rupiah dalam berbagai pecahan dengan total Rp 23 juta.