Pro-Kontra Pencabutan Hak Politik Jenderal Djoko Susilo
Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo menilai keputusan Pengadilan Tinggi mencabut hak politik Irjrn Djoko Susilo terlalu berat.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo menilai keputusan Pengadilan Tinggi mencabut hak politik manatan Kakorlantas Polri Irjen Djoko Susilo terlalu berat. Djoko merupakan terpidana kasus korupsi simulator SIM dan pencucian uang.
"Engga boleh hak politik seseorang dicabut, melampaui kewenangan, seharusnya hukumam badan," kata Bambang di Jakarta, Jumat (20/12/2013).
Menurut Bambang saat ini lebih banyak keputusan hukum penambahan hukuman badan. "Tapi kalau pencabutan hak politik melampaui hak asasi, itu hak yang paling mendasar," imbuhnya.
Sedangkan Anggota Komisi III lainnya Ahmad Basarah mengapresiasi keputusan pengadilan tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Irjen Djoko Susilo.
"Harus ada efek jera yg melakukan abuse of power, salah gunakan kekuasaan dan lakukan korup. Diperberat Djoko Susilo diberikan efek jera aparat penegak hukum untuk berpikir 1000 kali," katanya.
Ia juga mendukung pencabutan hak politik Djoko Susilo. Ia mengatakan keputusan yang memberatkan dalam kasus korupsi harus didukung.
"Hormati itu, demi mengakselerasi.
Untuk mencabut hak polik. Seorang terpidanan hak napi itu dirampas. Pertanyaan perlu dirampas atau tidak? Sudah ada putusan hakim, secara hukum bisa jadi yurisprudensi," kata Basarah.
Untuk diketahui, Djoko Susilo diganjar hukuman 18 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Rabu (18/12/2013) kemarin. Djoko juga diwajibkan membayar kerugian negara sebesar Rp32 miliar. Tak hanya itu dia juga dicabut hak politik untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik. Vonis itu lebih berat dari hukuman 10 tahun penjara yang diputus oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.