Pengangkatan Hakim MK Batal, Keputusan Pemerintah Dinilai Lemah
Keputusan majelis hakim PTUN Jakarta yang membatalkan Keppres pengangkatan Hakim MK membuktikan keputusan pemerintah lemah
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan majelis hakim PTUN Jakarta yang membatalkan Keppres tentang pengangkatan Hakim Mahkamah Kontitusi (MK) membuktikan keputusan pemerintah mengandung kelemahan.
Sarifuddin Sudding, Ketua Fraksi Partai Hanura, mengungkapkan hal itu untuk menanggapi keputusan PTUN Jakarta yang membatalkan Keppres Nomor 87/P tanggal 22 Juli 2013 tersebut.
“Keputusan PTUN itu sekaligus mengonfirmasi bahwa produk yang dikeluarkan pemerintah banyak mengandung kelemahan. Ada unsur tergesa-gesa dan lebih parah lagi menimbulkan pertentangan antarperaturan perundang-undangan,” kata Sudding dalam keteranganya, Selasa (24/12/2013).
Sudding menegaskan, semua pihak harus menghormati putusan PTUN itu. “Saya melihat, keputusan PTUN sudah didasari pertimbangan hukum sesuai alat bukti para pihak,” ujar anggota Komisi III DPR itu.
Permintaan untuk menghormati keputusan itu juga ditujukannya untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ini terkait majelis hakim PTUN yang juga mewajibkan Presiden untuk mencabut keppres dan menerbitkan keppres baru yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Sudding juga sepakat dengan pertimbangan hakim yang berpendapat pengangkatan Patrialis Akbar dan Maria Farida dilakukan melalui penunjukan langsung. Sehingga tanpa melalui tata cara pencalonan yang dilakukan secara transparan dan partisipatif seperti yang diamanatkan Pasal 19 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.
Sudding juga memberi catatan, meski pengangkatan keduanya dibatalkan namun MK tetap dapat menggelar sidang dan keputusan-keputusannya diakui secara hukum.
“Masih ada kesempatan banding jadi belum berkekuatan hukum tetap. Keputusan sidang-sidang MK masih memiliki legitimasi kuat,” pungkasnya.