TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Kapolri Jenderal Polisi Sutarman menganggap perlu menurunkan tim psikolog untuk mengantisipasi banyaknya kasus polisi bunuh diri belakangan ini.

Sutarman mengatakan, kasus bunuh diri anggota Polri sangat pribadi dan terkait dengan psikologis seseorang. Ia mencontohkan anggotanya di Polda Jawa Timur yang merasa berdosa karena mengambil barang seseorang yang nilainya hanya Rp 650 ribu dan akhirnya bunuh diri.

"(Kasusnya) kemudian dilaporkan, saking malunya seperti itu, mereka bunuh diri, itu salah satu contohnya," kata Sutarman di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (27/12/2013).

Ia pun memandang bahwa pihaknya perlu menurunkan tim untuk melakukan pemeriksaan kejiwaan terhadap anggota-anggotanya yang ada di wilayah.

"Saya rasa perlu, tim psikologis saya bergerak ke daerah-daerah untuk menginformasikan kepada anggota kalau ada persoalan-persoalan yang seperti ini, diskusikan dengan kita. Kalau memang itu pelanggaran hukum. Kalau melanggar, pertanggungjawabkan saja secara hukum," ungkapnya.

Ia menyadari bahwa setiap orang pasti memiliki kesalahan dan kekurangan, tetapi jangan sampai kekurangan atau kesalahan yang dimiliki menjadi pemicu melakukan bunuh diri.

"Setiap orang ada kekurangan, jangan sampai mengakhiri dirinya dengan bunuh diri. Bunuh diri kan dosa yang paling besar, karena tidak sempat melakukan tobat lagi untuk bunuh dirinya," katanya.

Indonesian Police Watch (IPW) mencatat jumlah anggota Polri yang bunuh diri pada 2013 naik 300 persen lebih bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Pada 2011 hanya ada satu polisi yang bunuh diri di Sumut, 2012 naik menjadi dua orang, dan 2013 ada tujuh polisi yang bunuh diri. Lima polisi jajaran bawah dan dua perwira polisi. Sebagian besar gantung diri di rumahnya.

IPW menilai kasus bunuh diri yang dilakukan anggota Polri menjadi sebuah peristiwa yang sangat memprihatinkan. Sebab dari waktu ke waktu menunjukkan peningkatan. Tahun ini peningkatannya sangat luar biasa, apalagi ada dua perwira polisi yang bunuh diri.