Warga Tionghoa Jangan Takut Terjun ke Dunia Politik
Ketua MPR RI Sidarto Danusubroto menyebutkan ada beberapa ancaman faktual bangsa ini
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI Sidarto Danusubroto menyebutkan ada beberapa ancaman faktual bangsa ini, yaitu korupsi, narkoba, dan intoleransi antarumat, etnis, suku dan agama.
"Kalau itu tidak dikawal, maka NKRI bisa goyang. Padahal, Pancasila sebagai ruh dari pluralisme dan toleransi yang telah dibangun sebelum Indonesia merdeka. Karena itu, saya berharap etnis Tionghoa masuk ke politik dan menjadi WNI yang utuh,” ujar Ketua MPR RI Sidarto Danusbroto ketika menerima delegasi Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) yang dipimpin oleh David, Hartono, Gunadi dan lain-lain di ruang kerjanya Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (6/1/2014).
MTI menyampaikan setelah memilih Ketua Umum PSMTI di Riau, pada 20 Januari 2014 nanti akan melakukan pelantikan pengurus PSMTI seluruh Indonesia di Jakarta, dan akan dihadiri oleh Ketua MPR RI, pejabat negara, dan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo dan lain-lain.
Sidarto meminta warga Tionghoa untuk tidak takut memasuki dunia politik dan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang lain. karena politik itu justru untuk membangun sistem mau dijadikan apa negara ini ke depan. Untuk itu memasuki dunia politiki itu bukan hal yang tabu. Selama ini warga Tionghoa sudah terlanjur asyik menjadi pengusaha.
Misalnya lanjut Sidarto, perusahaan-perusahaan Tionghoa juga harus menerima WNI, dan tidak menganak-emaskan etnis Tionghoa saja.
“Bahwa kita ini hidup, makan dan tinggal di Indonesia, maka harus menjadi warga Indonesia,” katanya.
David hal itu terjadi di masa lalu, dan tidak demikian sekarang, karena di perusahaan yang menjadi pertimbangan adalah prestasi kerja. “Siapapun yang prestasinya baik, maka akan digaji dengan baik,” ujarnya.
Warga Tionghoa mengakui jika kehilangan sosok KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), karena selama kepemimpinannya sebagai Presiden RI telah banyak memberikan tauladan yang hebat dalam hal pluralisme dan toleransi.
“Perayaan Imlek, Konghucu, dan Barongsai pun atas perjuangan Gus Dur. Beliau ini juga secara faktual berani turun ke bawah untuk membela kelompok minoritas di Indoensia. Sehingga apa-apa yang dilarang di era Orde Baru, dibuka luas oleh mantan Ketua Umum PBNU itu,” tutur David.
Pasca wafatnya Gus Dur pada 30 Desember 2009 silam itu, warga Tionghoa merasa bingung, karena belum ada tokoh yang sehebat Gus Dur. Untuk itu, PSMTI berharap MPR RI dengan sosialisasi 4 pilar bangsanya bisa mengkongkretkannya dalam berbangsa dan bernegara ke depan. MTI mengakui saat ini masih ada diskriminasi, dan etnis Tionghoa sendiri terdiri dari 135 marga di Indonesia.