DPR Harus Jelaskan Sebab Jika Menolak Calon Hakim Agung Kepada KY
Walau tinggal setuju atau tidak setuju, KY menegaskan DPR tidak boleh asal tidak setuju terhadap CHA yang mereka sodorkan.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK)soal UU No 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung dan UU No 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial (KY), DPR kini tinggal menyatakan persetujuannya terhadap calon hakim agung (CHA) yang diajukan KY.
Walau tinggal setuju atau tidak setuju, KY menegaskan DPR tidak boleh asal tidak setuju terhadap CHA yang mereka sodorkan.
"Jika DPR menolak calon yang kami ajukan harus ada 'reasoning" (alasan) yang cukup kenapa menolak calon yang diajukan," ujar Eman Suparman, Komisioner Bidang Pengawasan Hakim, di Gedung KY, Jakarta, Rabu (15/1/2014).
Walau kini seleksi CHA di KY, Eman tetap mengatakan bahwa kewenangan tersebut adalah kewenangan rakyat Indonesia yang dikembalikan sesuai dengan amanat konstitusi.
Terkait dikabulkannya uji materi tersebu, Laksanto Utomo yang juga salah seorang pemohon mengatakan langkah tersebut bisa memperkecil peluang terjadinya lobi-lobi politik.
"Ini merupakan langkah kami untuk memperkecil transaksi itu," tambah Laksanto.
Lakstanto mengaku telah melakukan penelian kecil terhadap beberapa calon hakim agung yang gagal di DPR. Dalam penelitian tersebut, kata dia, beberapa calon hakim agung yang memiliki ranking tidak terpilih di DPR karena transaksional dan tawar menawar di sana.
Sebelumnya, Mahkamah mengabulkan untuk seluruhnya Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kewenangan DPR sebelumnya yang tertera dalam Pasal 8 ayat (2), ayat (3), ayat (4) Undang-Undang Mahkamah Agung serta pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Komisi Yudisial dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) karena bertentangan dengan norma Pasal 24A ayat (3) UUD 1945. DPR kini tidak lagi memilih calon hakim agung, namun cukup menyetujuinya. Itu artinya, untuk satu posisi hakim agung, KY cukup menyodorkan satu nama.