Komisi VI DPR RI akan Panggil Manajemen PT Pelindo II
Komisi VI DPR RI akan memanggil manajemen PT Pelabuhan Indonesia II
Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi VI DPR RI akan memanggil manajemen PT Pelabuhan Indonesia II. Menyusul terjadinya aksi mogok lanjutan Serikat Pekerja PT Pelabuhan Indonesia II (SPPI- II) pada 16-17 Januari 2014 pekan lalu, yang berdampak pada terganggunya layanan arus barang.
Mogok terjadi karena pengangkutan mengalami stagnasi akibat antrian panjang dari dan ke dalam Pelabuhan Tanjung Priok. Akibat terganggunya layanan arus barang menjelang akhir pekan lalu itu, menyebabkan kerugian sektor logistik mencapai Rp 100 miliar.
Anggota Komisi VI DPR RI dari fraksi PDI-P Hendrawan Supratikno mengatakan, kemelut persoalan yang melibatkan SPPI II dengan manajemen internal Pelindo II harus segera diselesaikan karena telah mengganggu kepentingan perekonomian nasional.
"Priok itu jendela ekonomi nasional, karena tiap hari berlangsung kegiatan ekspor-impor yang sangat besar nilainya. Jika terganggu, apalagi sampai menimbulkan kerentanan sistem logistik, maka akan sangat fatal akibatnya," kata dia dalam keterangannya.
Menurut Hendrawan, Menteri BUMN Dahlan Iskan tidak bisa dengan mudahnya lepas tangan terkait masalah yang membelit BUMN pengelola pelabuhan itu. "Jika persoalan sulit dijembatani antar pihak yang bertikai di level korporasi, maka Menteri BUMN harus turun melakukan mediasi. Karena Menteri BUMN-lah yang menjadi wakil dari pemilik modal," katanya.
Diungkapkan, melihat kondisi kekisruhan yang terjadi, Komisi VI memang telah berniat untuk memanggil manajemen Pelindo II, agar persoalan ini tidak berlarut-larut dan pada akhirnya akan menggangu perekonomian nasional.
"Tidak lama lagi akan kami panggil, karena saat ini komisi memang tengah fokus dalam kegiatan legislasi di DPR. Kami berharap segera ada solusi terbaik, termasuk apakah opsi dirut harus mundur atau tidak dalam penyelesaian masalah ini. Semua itu harus dibahas lebih lanjut, karena tidak bisa dalam korporasi, apalagi BUMN, dalam mencapai kinerja bagus, tentu harus didukung oleh semua pihak," jelasnya.
Pekan lalu, Pelabuhan Tanjung Priok lumpuh karena kegiatan pengangkutan barang dan peti kemas tidak bergerak sejak Kamis (16/1) sore dan berlangsung hingga Jumat (17/1) dini hari. Jalan keluar-masuk pelabuhan macet total, truk dan trailer tidak bisa bergerak. Namun demikian, harus diketahui stagnasi angkutan barang dan petikemas yang terjadi dari luar hingga ke dalam pelabuhan bukan semata karena kondisi akses jalan yang rusak.
Ironisnya, manajemen PT Pelabuhan Indonesia II tidak secara gamblang dan berani menjelaskan alasan terjadinya antrian kendaraan dan stagnasi layanan di pelabuhan pekan lalu itu. Manajemen justru menyampaikan kepada publik bahwa layanan kepelabuhanan tidak terganggu aksi mogok.
Diklaim, antrian dan kemacetan parah terjadi karena kondisi jalan rusak dan situasi banjir yang turut memperparah akses menuju pelabuhan. Alasan ini pula yang kerap disampaikan oleh Dirut RJ Lino jika terjadi gangguan layanan di pelabuhan kepada pihak Kementerian.
"Hal tersebut tidak benar, itu pembohongan jika menyalahkan jalan. Rencana aksi mogok kami turut mendorong pengusaha mengambil kebijakan untuk mempercepat proses pengeluaran barang sehingga volume keluar masuk barang ke pelabuhan meningkat. Memang ada kepanikan dari pengguna jasa, sehingga trafik menjadi sangat tinggi. Jadi, kalau alasan jalan rusak, itu salah besar," kata Ketua SPPI II Kirnoto.
Manajemen Pelindo II dianggap kerap menyampaikan hal-hal yang menyangkut kelancaran operasional maupun rencana pengembangan infrastruktur, namun hal tersebut tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Bahkan, tidak jarang manajemen juga mengundang pejabat tinggi untuk meninjau proyek-proyek yang sedang dibangunnya, seolah untuk menunjukkan kepada publik progres pekerjaan yang dilakukan.
Seperti Senin (13/1) kemarin, Wapres Boediono dan Wamenhub Bambang Susantono pun melakukan kunjungan ke sejumlah proyek pengembangan Priok, termasuk terminal petikemas Kalibaru.