Lima Usul Keputusan MK Tak Lagi Final dan Mengikat Merujuk Kasus Akil
Setelah terbongkarnya kasus Akil, LIMA menilai keputusan MK sebaiknya tak lagi final dan mengikat
Penulis: Bahri Kurniawan
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai perlu ada mekanisme untuk menggugat keputusan Mahkamah Konstitusi yang selama ini bersifat final. Terlebih setelah terbongkarnya berbagai kasus suap yang melibatkan Ketua MK Akil Mochtar.
Menurut Ray, setelah terbongkarnya kasus korupsi yang melibatkan Akil, semua pihak menyadari bahwa ternyata MK dalam menetapkan putusannya tidak selalu memenuhi unsur keadilan.
"Kita menyadari bahwa ada mekanisme pengambilan hukum yang dasarnya tindakan kriminal dan pasti tidak memenuhi unsur kedilan. Namun yang jadi masalah adalah tidak ada mekasnisme yang bisa membatalkannya," ujar Ray Rangkuti dalam diskusi di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (22/1/2014).
Ia menutukan, jika putusan lain masih memiliki kesempatan banding dan lain sebagainya, dalam putusan MK hal tersebut tidak bisa dilakukan karena keputusan yang diambil bersifat final.
Bahkan untuk kasus-kasus di mana jelas terjadi suap yang melibatkan Akil, putusannya tetap berjalan dan tidak bisa dibatalkan.
Oleh karena itu, Ray menyebut perlu didukung berbagai upaya yang dilakukan untuk menggugat terkait putusan MK yang bersifat final tersebut.
Ia menuturkan aturan yang membuat keputusan MK menjadi final adalah UU, karenanya DPR seharusnya mampu membuat perubahan mengingat perkembangan kasus korupsi yang ternyata melibatkan pimpinan MK.
"Seharusnya DPR bisa (merubah)," katanya.