SBY Dianggap Lupa dengan Janjinya
Kasus kekerasan terhadap Pembantu Rumah Tangga (PRT) yang masih terjadi
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus kekerasan terhadap Pembantu Rumah Tangga (PRT) yang masih terjadi seperti yang menimpa kepada Erwina yang mendapat siksaan oleh majikannya di Hongkong menambah daftar panjang kekerasan terhadap PRT. Sayangnya, respon pemerintah SBY terhadap berbagai kasus tersebut masih parsial.
"Presiden SBY harus mengiringinya dengan langkah yang mendasar dan komprehensif, yaitu membangun sistem perlindungan PRT untuk PRT di dalam negeri dan PRT Migran melalui UU Perlindungan PRT dan Ratifikasi Konvensi ILO 189 Kerja Layak PRT," ujar Koordinator(Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), Lita Anggraeni dalam pernyataan tertulisnya yang diterima tribunnews.com, Kamis (23/1/2014).
Dijelaskan Lita, SBY dan kementerian yang bertanggungjawab lupa akan janji pidato SBY di Sidang Perburuhan Internasional 11 Juni 2011 untuk mengimplementasikan situasi kerja layak PRT.
Ditambahkan Lita, selain Erwina, ada juga kekerasan yang dialami oleh PRT Marlena, Sunarsih di Surabaya dan sekian kasus lainnya. Di Indonesia, di Hong Kong tidak relative sedikit, karena PRT bekerja di dalam rumah, sulit untuk diketahui situasi kerja dan tinggalnya.
"Kasus-kasus kekerasan tidak hanya berbentuk penganiayaan fisik, namun juga kekerasan ekonomi seperti upah tidak dibayar, pelecehan seksual. Kasus yang terungkap sangat sedikit bukan berarti bahwa jumlah PRT yang mengalami kekerasan jumlahnya sedikit," imbuhnya.
Dimata PRT, Rrespon SBY menunjukkan Negara alpa atau lupa dan tidak tahu tanggungjawabnya melindungi warganya yang bekerja sebagai PRT. Karena Negara dalam hal ini Pemerintah RI dan DPR tidak memiliki sistem perlindungan PRT yang komprehensif UU Perlindungan PRT, Ratifikasi Konvensi ILO 189 Kerja Layak PRT dan revisi UU PPTKILN yang harusnya tanggap terhadap situasi PRT.
“Ketiga UU tersebut penting kemudian dijadikan standar acuan ternasuk untuk membuat perjanjian bilateral dengan negara tujuan. Pemerintah tidak bisa menitipkan nasib dengan permintaan lesan – himbauan. Pemerintah harus memiliki dan menjalankan sistem perlindungan yang jelas,” tandasnya.
Atas hal ini, menurut Lita, pihaknya mengingatkan situasi kekerasan terhadap PRT migrant yang terus berulang dengan respon berulang yang parsial, tidak belajar dari kasus.
Pihkanya kemudian mendesak kepada DPR dan Presiden SBY serta Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, untuk segera wujudkan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Segera Ratifikasi Konvensi ILO 189 Situasi Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga.
"Pemerintahan SBY harus segera penuhi janji hutangnya sebagai penyelenggara Negara untuk menjamin penghormatan, pemenuhan dan perlindungan PRT sebagai Pekerja," pungkasnya.