Pilkada Serentak Bakal Terlaksana jika Parpol Tak Terancam
Pasca Mahkamah Konstitusi memutuskan pelaksanaan serentak pemilu legislatif dan presiden pada 2019, muncul usulan pemilu
Penulis: Y Gustaman
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasca Mahkamah Konstitusi memutuskan pelaksanaan serentak pemilu legislatif dan presiden pada 2019, muncul usulan pemilu kepala daerah juga harus serentak. Itu bisa saja terlaksana sejauh tak mengancam partai politik.
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, menjelaskan pelaksanaan pilkada serentak tetap harus membutuhkan konsensus politik antarpartai politik. Mereka yang memutuskan perlu tidaknya pilkada serentak.
Pemerintah dan DPR RI, menurut Zuhro, bisa membuat suatu keputusan bersama bahwa pilkada juga serentak di daerah. Selama ini, konsensus politik yang terjadi lamban selama masih mengancam partai, maka keputusan politik juga akan lamban hasilnya.
"Tapi kalau konsensus politik itu bermanfaat bagi parpol jalannya akan lancar (pembahasan pilkada serentak--red)," ujar Zuhro saat dihubungi wartawan di Jakarta, Senin (27/1/2014).
Menurut perempuan yang akrab disapa Wiwieq ini, memang pemilu serentak nasional yaitu pileg dan pilpres baru pada 2019, maka pilkada serentak bisa setelahnya. Jeda atau peluang ini dilakukan oleh parpol untuk melakukan perbaikan internal, strategi, taktik dan energi untuk pilkada serentak.
"Jadi, pilkada serentak ini akan berjalan kalau tidak ada partai yang terancam khususnya setelah Pemilu 2019 yang serentak nanti. MK sudah menurunkan itu, maka paket undang-undang politik harus menyesuaikan karena ada pasal yang dibuang karena enggak sesuai lagi," sambungnya.
Dalam pelaksanaan pilkada serentak, kata Wiwieq, tak serta merta dari Sabang sampai Merauke, tapi bisa ambil salah satu provinsi sebagai model atau pilot project. Pilkada serentak pun hanya memiliki kepala daerahnya, bukan DPRD Provinsi, Kabupaten, atau Kota.
Saat ini, MK sudah memutuskan pelaksanaan pemilu serentak untuk anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, Kabupaten atau Kota, dan Presiden dan Wakil Presiden untuk Pemilu 2019. Sehingga, pilkada serentak, hanya untuk memilih gubernur, bupati dan wali kota.
"Misalnya di Jawa Timur, ada 29 kabupaten, dan 9 kotamadya. Pilkada provinsi, kabupaten atau kota dilaksanakan sebagai contoh. Kalau ini berhasil, bisa diterapkan di daerah lain. Intinya harus ada semacam pilot project," kata Wiwieq.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.