Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Harry Poeze: Saya Bisa Meneliti Tan Malaka karena Berstatus Orang Asing

Harry A Poeze menghabiskan puluhan tahun hidupnya untuk meneliti seorang Pahlawan Nasional Indonesia bernama Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka.

zoom-in Harry Poeze: Saya Bisa Meneliti Tan Malaka karena Berstatus Orang Asing
kabarkampus.com
Harry A Poeze 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Nurmulia Rekso Purnomo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejarahwan asal Belanda, Harry A Poeze menghabiskan puluhan tahun hidupnya untuk meneliti seorang Pahlawan Nasional Indonesia bernama Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka.

Tan Malaka, yang merupakan sosok penuh polemik dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia hingga kematiannya pada tahun 1949, jarang menjadi buah bibir, apalagi dipelajari oleh para siswa di Indonesia.

Padahal, Malaka memiliki banyak kisah yang patut dipelajari. Mulai dari kepemimpinannya bagi pergerakan kemerdekaan di awal abad ke-20, pengucilan dirinya karena tak menyetujui perlawanan petani terhadap kolonial Belanda tahun 1926, hingga kiprahnya sebagai oposisi Presiden Soekarno.

Adalah Harry, yang kali pertama berhasil menghadirkan riwayat hidup Tan Malaka dan menguak tabir tewasnya "si pemilik seribu nama" tersebut.

Berdasarkan penelitian Harry, Tan Malaka ditembak oleh tentara republik dan dimakamkan di Selopanggung, Kediri, Jawa Timur.

Kepada wartawan di kediaman Zulfikar yang merupakan keponakan Tan Malaka, Cilandak, Jakarta Selatan, Senin (27/01/2014), Harry mengatakan dirinya tidak terobsesi dengan sosok Tan Malaka.

Berita Rekomendasi

Puluhan tahun hidupnya dihabiskan untuk meneliti Tan Malaka, karena dirinya sangat tertarik dengan tokoh kemerdekaan asal Sumatera Barat itu.

"Saya tertarik dengan Tan Malaka, karena dengan membicarakan Tan Malaka berarti membicarakan sejarah kemerdekaan Indonesia dan sejarah Komunis di Indonesia," ujarnya.

Harry mulai meneliti Tan Malaka, sejak ia duduk di bangku kuliah. Bahkan, tema skripsi Harry adalah tentang Tan Malaka.

Penelitian itu juga yang akhirnya membawa Harry ke Indonesia, menelusuri jejak-jejak Tan Malaka yang sempat coba dihilangkan oleh rezim Suharto.

Di Indonesia, ia juga berkenalan dengan keluarga Tan Malaka, termasuk Zulfikar yang pada akhirnya membantu penelitian Harry.

Lewat penelitian, ia menemukan bukti bahwa Tan Malaka diculik pada 19 Februari 1949. Pada masa itu, ia juga mendapatkan informasi bahwa Tan Malaka berada di sekitar daerah Kediri, Jawa Timur.

Harry juga menyimpulkan bahwa Tan Malaka ditembak mati pada 21 Februari di Selopanggung, dan di makamkan di tempat yang sama.

Di Selopanggung Harry telah mewawancarai sekitar 20 orang. Dari hasil Wawancara itu diketahui di lokasi ada sebuah makam yang dibangun oleh pihak militar pada sekitar tahun 1949. Makam itu kemudian dipindahkan ke tempat yang tidak jauh selang sekitar setahun kemudian.

"Warga tidak tahu itu makam siapa, tapi yang pasti itu makam orang penting, karena tentara susah-susah membuat itu makam," ujarnya.

Dalam penelitiannya yang dimulai di era Suharto, Harry berhasil mengakses banyak arsip. Mulai arsip dari kenalan Tan Malaka dari Partai Murba hingga arsip-arsip dari TNI.

Ia berhasil mengakses arsip itu disaat Suharto mengeluarkan kebijakan untuk menghilangkan jejak Tan Malaka. Bahkan saat itu seorang mahasiswa di Indonesia pun dilarang membuat penelitian tentang Tan Malaka.

"Karena saya orang asing, lebih mungkin meneliti hal-hal sensitif, tentunya waktu orde baru. Dalam prinsip mungkin lebih baik (buku biografi Tan Malaka) ditulis oleh orang Indonesia, tapi dalam praktik mungkin tidak," ujarnya.

Hasil penelitiannya kemudian di publikasikan sebagai buku. Sayangnya bukunya itu ditetapkan sebagai buku terlarang oleh pemerintahan Suharto.

Setelah rezim Orde Baru runtuh, nama Tan Malaka kembali didengungkan. Penggalian makam di Selopanggung pun dilakukan di tahun 2009. Namun sayangnya hasil tesn DNA jenazah dari makam itu hingga kini belum juga rampung.

Tags:
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas