Pembebasan Bersyarat Corby Wujud Pemerintah Tak Serius Berantas Narkoba
Pembebasan Corby wujud ketidakseriusan pemerintah terhadap pemberantasan tindak pidana narkoba
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemberian Pembebasan Bersyarat kepada terpidana penyelundupan 4,2 kilogram marijuana asal Australia, Schapelle Leigh Corby, menunjukan sikap pemerintah Indonesia tidak serius memberantas tindak pidana narkoba. Padahal, pemerintah mencanangkan Indonesia Bebas Narkoba pada 2015.
"Pembebasan Corby wujud ketidakseriusan pemerintah terhadap pemberantasan tindak pidana narkoba," kata Wakil Sekjen Bidang Hukum dan HAM DPP Partai Hanura, Kristiawanto, melalui pesan singkat, Sabtu (8/2/2014).
Atas nama Partai Hanura, Kristiawanto mendesak pemerintah untuk serius memerangi kejahatan tindak pidana narkoba agar ada efek jera terhadap para pelaku tindak pidana luar biasa itu.
"Pemberian grasi oleh pemerintah dari 20 tahun hingga bebas, menunjukkan ketidakseriusan terhadap pelaku tindak pidana narkoba. Padahal, dalam Inpres Nomor 12 Tahun 2011 sangat jelas komitmen Presiden dalam pemberantasan narkoba baik dalam maupun luar negeri."
Kristiawanto tak percaya bila pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan barter dengan pemerintah Australia atas pemberian Pembebasan Bersyarat kepada Corby itu.
"Namun, kalau memang proses itu terjadi, ini adalah wujud penghianatan kepada rakyat. Seharusnya diplomasi kedua negara tersebut dibangun dengan egaliter dan saling menghormati," tukasnya.
Schapelle Leigh Corby merupakan gadis asal Australia yang tertangkap di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali pada 8 Oktober 2004, karena membawa mariyuana seberat 4,2 kilogram.
Pengadilan Negeri Denpasar menghukumnya dengan 20 tahun penjara.
Corby melakukan semua upaya hukum agar bisa bebas dari hukuman tersebut, termasuk pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Dan MA memutuskan menguatkan putusan hukuman 20 tahun penjara Corby tersebut.
Perempuan yang dikenal dengan sebutan 'Ratu Mariyuana' itu bernafas lega setelah Presiden SBY mengabulkan permohonan grasinya pada Mei 2012. Presiden SBY mengeluarkan keputusan (Keppres) yang menuai pro dan kontra, yakni pemberian grasi dengan pengurangan masa hukuman selama 5 tahun penjara kepada Corby.
Tidak hanya itu. Selama melaksanakan hukumannya di lapas, Corby juga kerap mendapatkan remisi atau pengurangan masa hukuman, di antaranya remisi 6 bulan saat peringatan 17 Agustus 2013.
Bila tanpa remisi, grasi, dan pembebasan bersyarat, Corby baru bisa menghirup udara bebas dari tempatnya ditahan, Lapas Kerobokan, Bali, pada 2024, sebagaimana vonis 20 tahun penjara.
Namun, pada Jumat (8/2/2014) kemarin, pemerintah Indonesia, melalui Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, mengabulkan pengajuan Pembebasan Bersyarat Corby. Corby menjadi satu dari 1.291 narapidana yang mendapatkan Pembebasan Bersyarat.
Amir menyatakan, tidak ada barter dalam pemberian Pembebasan Bersyarat kepada Corby itu. Menurutnya, pemberian hak narapidana kepada Corby bukanlah bagian dari kebijakan kemurahan hati pemerintah, melainkan karena sudah memenuhi persyaratan dan sesuai perundang-undangan.
Pada November 2013 lalu, hubungan Indonesia dan Australia merenggang setelah terbongkarnya penyadapan yang dilakukan pihak Negara Kanguru itu terhadap sejumlah pejabat penting Indonesia, tak terkecuali Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dan sejumlah anggotoa Komisi III DPR RI Bidang Hukum dan penggiat anti-narkoba sudah menyampaikan penolakan atas rencana pemberian Pembebasan Bersyarat kepada Corby.
Namun, hal itu tak mengubah apapun atas rencana pemberian Pembebasan Bersyarat kepada sang Ratu Mariyuana itu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.