KPK Usut Keterlibatan 47 Anggota Komisi VII
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengusut dugaan penerimaan hadiah atau THR ke anggota Komisi VII DPR
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengusut dugaan penerimaan hadiah atau THR ke anggota Komisi VII DPR, sebagaimana yang terungkap dalam sidang perkara suap SKK Migas yang telah menjerat Rudi Rubiandini sebagai terdakwa.
Bahkan, bila kuat bukti yang didapat KPK, tak tanggung-tanggung, 43 orang anggota DPR yang membidangi masalah energi itu akan dijerat lembaga antikorupsi tersebut.
"Jadi semua yang muncul di persidangan, akan divalidasi KPK," tegas Juru Bicara KPK, Johan Budi saat dikonfirmasi wartawan, di kantornya, Jakarta, Rabu (26/2/2014).
Sebelumnya, dalam sidang Rudi Rubiandini, terkuak adanya upeti 190.000 dollar AS diperuntukan bagi hampir keseluruhan unsur Komisi VII DPR mulai dari empat pimpinan, 43 anggota, dan sekretariat.
Fakta itu terungkap kemarin saat Jaksa KPK menghadirkan enam saksi untuk terdakwa Rudi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Mereka yakni, mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) ESDM Waryono Karno, Ketua Komisi VII Sutan Bhatoegana, Kasubdit Penunjang Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM Budhiantono, Sekretaris Kepala SKK Migas Tri Kusuma Lidya, dan HM Naser Zein (ustad Pondok Pesantren di Bogor).
Adalah Didi Dwi Sutrisnohadi yang mengungkap fakta tersebut hampir secara rinci.
Awalnya Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto menanyakan beberapa hal yang standar seperti apakah dia mengenal Rudi atau tidak dan mengetahui kasusnya. Dari pertanyaan itulah kemudian muncul soal uang USD 149.000 yang terbagi dalam dua tahap pemberian yakni, USD 140.000 dan USD 50.000.
Didi menguraikan proses pemberian tahap pertama sebesar USD 140.000. Awalnya, pada 28 Mei 2013 sekitar pukul 09.00 WIB Didi diundang ke ruangan makan Sekjen Waryono Karyo yang biasa juga digunakan untuk ruangan rapat untuk mempersiapkan rapat di DPR bersama Komisi VII.
Di ruangan besar di dekat ruangan tersebut ada rapat yang diselenggarakan Sekjen bersama jajarannya untuk mempersiapkan asumsi mikro Rancangan APBN Perubahan (RAPBNP). Waryono menyuruh siapkan dana untuk disampaikan ke Komisi VII DPR.
"Saya bilang saya tidak ada uang, uang dari mana," kata Didi di depan majelis hakim.
Waryono kemudian memerintahkan Didi untuk menelpon orang SKK Migas. Didi mengaku tidak punya kapasitas untuk menelpon. Waryono ngotot dan menyuruh Didi memanggil Kabiro Perencanaan Kementerian ESDM Ego Syahrial (sekarang mantan Kabiro). Ego diperintahkan membantu Didi. Tidak berapa lama, Waryono menyuruh Didi segera menelpon Hardiono (pegawai SKK Migas). Karena Didi tidak punya nomornya, maka Waryono kembali kukuh mengarahkan Didi menggunakan telpon wireless sekretariat.
Di ujung telpon ternyata Hardiono sudah paham maksud Waryono. "Setelah itu saya kasih telepon wireless itu ke Pak Sekjen. Setelah itu Pak Sekjen keluar (dari ruangnya) dia bilag nanti ada dana dari SKK," ujarnya.
Tak berselang lama, Hardiono yang pernah menjabat sebagai Wakil Kepala BP Migas yang kini menjadi tenaga ahli SKK Migas itu kemudian membawa bungkusan. Bungkusan itu kata Hardiono 'ini dari SKK Migas'. Bungukusan kemudain diletakan Didi di meja rapat.
Saat itu ada Waryono dan pegawai Setjen Asep Permana. Waryono memerintahkan dibuka. Tetapi Didi menolak karena bukan tugas pokok dan fungsinya. Kemudian Waryono kembali marah lagi. Ego kembail dipanggil tetapi tidak bisa hadir karena sedang rapat.
"Lalu kami (saya) dan Pak Asep hitung. Jumlahnya USD140.000, itu seingat kami (saya)," ujarnya.
Waryono kemudian dengan cekatan menulis di papan tulis kertas dan menyebutkan pembagian-pembagiannya. Untuk empat pimpinan Komisi VII yakni Ketua dan Wakil Ketua diperuntukkan sebesar USD7.500. Untuk 43 anggota Komisi VII masing-masing USD2.500. Sedangkan untuk sekretariatnya sebesar USD2.500.
Uang USD140.000 dari SKK Migas itu ludes. Setelah itu uang dimasukan dalam amplop dengn kode diujungnya, P untuk pimpinan, A untuk anggota, dan S untuk sekretariat. Amplop-amplop lalu dimasukan ke dalam papaer bag.
"Kemudian saya telpon stanya Ketua Komisi VII Pak Sutan, namanya Pak Iriyanto. Dia datang ke kantor ESDM dan mengambilnya. Kemudian ada tanda terima dan dia mau tanda tangan. Tanda terima sudah kami serahkan ke penyidik," ujarnya.
"Kami juga terangkan ke Pak Hardianto sebagamana (kode-kode itu) yang di tandatangani di tanda terima," sambunya.
Sebenarnya ada dua bungkusan lain berisi uang yang diterima ESDM untuk diserahkan ke Komisi VII DPR. Tetapi Didi mengaku lupa berapa jumlahnya dan dari siapa.
Seingatnya dua bungkusan itu bukan dari SKK Migas. Yang jelas kata, masih ada tambahan lagi uang yang diperuntukan bagia Komisi VII bila ada perjalanan dinas ke luar negeri.
"Saya lupa yang mulia dua bungkusan itu," kata Didi.
Pemberian kedua USD50.000 berawal dari tanggal 12 Juni 2013. Saat itu Waryono menanyakan apakah ada lagi dana dari SKK Migas.
Dana itu dibutuhkan untuk dibawa ke rapat kerja (raker) terkahir ESDM dengan Komisi VII. Tak berapa lama ada orang SKK Migas yang datang ke kantor Setjen dan mencari Waryono. Kepada pejabat yang tidak dikenalnya itu, Didi mengatakan serahkan dan percaya saja kepada dirinya.
"Yang ngantar bukan Pak Har. Dia mengaku dari SKK. Dia bilang suruhan Pak Rudi,"ujarnya.
Mengetahui itu Waryono kaget dan menanyakan kenapa hanya USD50.000. Bahkan Waryono marah besar.
Uang kemudian diletakkan di meja ruang tapat. Satu minggu sebelumnya yakni Kamis (6/6/13) amplop dengan kode yang sama yakni P, A, S sudah disiapkan.
Setelah uang USD50.000 diterima kemudian Waryono ke DPR mengikuti rapat yang sudah lebih dulu dihadiri Menteri ESDM Jero Wacik.
Setelah Waryono pulang uang belum juga diserahkan dan masih tersimpan di Keuangan Setjen ESDM. Padahal rencananya uang itu akan diserahkan ke Komisi VII untuk kepentingan rapat.
"Kemudian saya tanya ke Sekjen. Komentarnya Pak Pak Rudi ditangkap. Sampai akhirnya Pak Sekjen ditemui teman-teman KPK. Saat ini sudah di penyidik uangnya," ujarnya.
Kesaksian Didi Dwi soal uang itu diperkuat dengan kesaksian Tri Kusuma saat ditanyakan oleh hakim anggota Matheus Samiadji. Terkait kesaksian Didi, Tri Kusuma mengaku pernah diminta Rudi Rubiandini mencari orang untuk antarkan bungkusan dalam paper bag ke Sekjen ESDM pada akhir Mei 2013.
"Saya tanya nanti siapa yang terima. Pak Rudi bilang kasi saja atau ada Pak Hardiono," ujarnya.
Akhirnya yang membawa bungkusan itu yakni staf sekretariat SKK Migas Hermawan. Sekitar lima atau menit 10 menit uang sudah dibawa. Hermawan langsung melaporkan ke Tri Kusuma. Informasi yang Tri Kusuma terima bahwa Hermawan diantar atau diarahkan ke ruangan rapat Sekjen ESDM dan sudah Hardiono. Pasca pemberian itu Rudi tidak menanyakan. "Tapi saya tidak tahu isi bungkusannya apa. Karena saya tidak tanya ke Pak Rudi," ujarnya.
Pemberian paket bungkusan berikutnya yakni pada 12 Juni 2013. Saat itu Rudi memanggil Hermawan dan memberikan satu bungkusan.
Saat itu Rudi meminta agar bungkusan dibawa ke Kabiro Keuangan ESDM, Didi Dwi yang baru dilihat Tri Kusuma di persidangan kemarin. Saat itu Rudi berpesan kepada Hermawan kalau uang sudah diterima maka dimohon agar Didi Dwi menghubungi Rudi.
"Setelah dibawa saya laporkan ke Pak Rudi. Kalau bungkusan yang pertama Pak Rudi tidak minta untuk dilaporkan," imbuhnya.
Tri Kusuma kemudian melanjutkan pernah diperintahkan Rudi menukarkan 90.000 dollar Singapura dalam kurun waktu tiga kali di PT Duta Putra Valutama. Pertama, 20.000 dollar Singapura pada 26 Juni 2013 setelah ditukarkan kemudian ditransfer ke seseorang bernama Rudi Gunawan. Kedua, 27 Juni 2013 sebesar 50.000 dollar Singapura yang kemudian hasil penukarannya ditransfer lagi ke Rudi Gunawan. Sisa uang dari dua hasil penukaran dan transfer itu diserahkan ke Rudi Rubiandini. Ketiga, 1 Juli 2013 sebesar 20.000 dollar Singapura. Setelah itu uang ditransfer ke seseorang bernama Icha Aisyah.
Sementara Sutan dan Waryono Karno dalam persidangan kukuh membantah menerima uang dari SKK Migas. Berkali-kali dicecar majelis hakim dan jaksa KPK, keduanya tetap membantahnya. begitu juga ketika hakim sudah memperingatkan adanya ancaman pidana bagi saksi yang memberi keterangan palsu.
Johan Budi sendiri memastikan pihaknya masih mengembangkan kasus SKK Migas dan dugaan suap di Kementerian ESDM. Karena itu menurutnyan tak menutup kemungkinan, pihaknya akan memeriksa orang-orang Komisi VII terkait hal tersebeut. "Yang pasti kasus ini masih dikembangkan," kata Johan Budi.