KPK Paksakan Diri Tetapkan Anas Sebagai Tersangka TPPU
Loyalis Anas Urbaningrum, Sri Mulyono menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlalu memaksakan diri
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Loyalis Anas Urbaningrum, Sri Mulyono menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlalu memaksakan diri dalam menetapkan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pihaknya akan melakukan protes, namun menyadari penetapan TPPU adalah wewenang KPK.
"KPK kelihatan memaksanakan diri. Sebenarnya saya ingin protes, tapi kami sedang berpikir bahwa itu kewenangan KPK," kata Sri dalam Tribun Live Chat di Kantor Redaksi Tribunnews.com, Kamis (6/3/2014).
Sri menuturkan, awalnya KPK menetapkan Anas sebagai tersangka atas gratifikasi mobil Toyota Harrier dan kasus Hambalang. KPK kata Sri menyatakan memiliki dua alat bukti, namun ternyata kedua kasus tersebut sudah hilang.
"Sekarang KPK membuat Sprindik (surat perintah penyidikan) baru TPPU terhadap mas Anas dan mengatakan sudah memiliki dua alat bukti. Tapi saya yakin itu sangat dipaksakan," tegasnya.
Diketahui, satu hari semenjak penyidik KPK memeriksa mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Sartono Hutomo, yang juga paman Edhie Baskoro Yudhoyono, KPK mengumumkan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang.
"Penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup serta ditemukan unsur-unsur yang kemudian menetapkan AU sebagai tersangka pencucian uang," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi di gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/3).
KPK menjerat Anas Urbaningrum dengan Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 3 ayat 1, Pasal 6 ayat 1, UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Atas hal itu, penyidik KPK akan menelusuri harta Anas sejak menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum pada 2001 hingga 2005 lalu. Penusuluran KPK saat Anas menjabat anggota KPU bukan berarti Anas melakukan korupsi di KPU. Untuk diketahui, Anas mundur dari KPU pada Juni 2005 dan kemudian masuk ke Partai Demokrat.