Jaksa Minta Hakim Tolak Keberatan Kubu Wawan
JPU KPK meminta majelis hakim menolak seluruh keberatan yang diajukan tim Penasihat Hukum terdakwa Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum KPK meminta majelis hakim menolak seluruh keberatan yang diajukan tim Penasihat Hukum terdakwa Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Jaksa juga meminta hakim memutuskan dakwaan sah secara hukum sebagai dasar pemeriksaan dan mengadili terdakwa.
"Menetapkan untuk melanjutkan persidangan ini dengan memeriksa dan mengadili terdakwa Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan," kata Jaksa Edy Hartoyo saat membacakan tanggapan atas keberatan terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/3/2014).
Dalam tanggapannya, Jaksa KPK tidak sependapat dengan keberatan tim penasihat hukum terdakwa yang menyatakan surat dakwaan tidak memenuhi syarat materiil sebagaimana dalam ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP.
Disamping itu, penuntut umum juga sudah menyusun dakwaan dengan cukup jelas dan lengkap, dengan menjelaskan motif pidana, siapa yang melakukan, tempat dan waktu tindak pidana, serta cara melakukan tindak pidana.
"Apalagi setelah surat dakwaan tersebut dibacakan oleh penuntut umum dan ketika ditanyakan oleh ketua majelis hakim apakah terdakwa mengerti dengan surat dakwaan yang dibacakan, terdakwa dengan tegas menyatakan 'mengerti'," kata Jaksa Edy.
Sementara terkait keberatan penasihat hukum terdakwa atas penyebutan terdakwa selaku Komisaris Utama PT Bali Pacific Pragama (BPP), karena penuntut umum mendudukkan terdakwa sebagai pribadi yang melakukan perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Akil Mochtar selaku Hakim Konstitusi.
Atas keberatan itu, Jaksa Edy mengatakan, pencantuman terdakwa selaku Komisaris Utama PT BPP karena berhubungan dengan fakta peranan terdakwa yang telah memberikan uang Rp 1 miliar kepada Akil Mochtar. Dimana uang Rp 1 miliar itu diambil dari dari kas PT BPP.
"Nampak jelas terdakwa melakukan perbuatannya sebagai pribadi sekaligus Komisaris Utama PT BPP yang mempunyai kewenangan memerintahkan stafnya untuk mengeluarkan uang sebesar Rp 1 miliar dari kas PT BPP," ujarnya.
Dengan demikian, alasan terdakwa maupun tim penasihat hukum terdakwa yang menyatakan bahwa penuntut umum tidak cermat dalam menguraikan legal standing terdakwa adalah tidak benar.
"Keberatan tim penasihat hukum terdakwa harus ditolak," tegasnya.
Sebelumnya, Komisaris PT Bali Pacific Pragama, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan didakwa bersama kakaknya, Ratu Atut Chosiyah, selaku Gubernur Banten memberikan uang sebesar Rp 1 miliar kepada M Akil Mochtar selaku Ketua Mahkamah Konstitusi dan Hakim Panel Konstitusi melalui seorang Pengacara, Susi Tur Andayani.
Pemberian itu dimaksudkan agar Akil Mochtar selaku ketua panel hakim kostitusi mengabulkan permohonan gugatan sengketa Pilkada Kabupaten Lebak yang diajukan pasangan Amir Hamzah-Kasmin.
Selain itu, Wawan juga didakwa menyuap Akil Mochtar sebesar Rp 7,5 miliar terkait gugatan terhadap kemenangan Gubernur/Wakil Gubernur Banten terpilih, Ratu Atut Chosiyah-Rano Karno ke MK tahun 2011. Uang tersebut dimaksudkan agar Akil Mochtar selaku Hakim MK menolak keberatan pasangan Wahidin Halim-Irna Nurulita, Dwi Jatmiko-Tjejep Mulyadinata dan Jazuli Juwaini-Makmun Muzakki.
Adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah itu didakwa melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Dan atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 atat (1) KUHP. (edwin firdaus)