Raja Arab Membiarkan Rakyatnya Memeras Satinah
Menurut Marzuki, saat ini Raja Arab terkesan membiarkan rakyatnya sendiri memeras warga negara lain.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie meminta agar Raja Arab Saudi mengintervensi kasus hukum yang menimpa tenaga kerja Indonesia (TKI), Satinah, yang kini terancam hukuman mati.
Menurut Marzuki, saat ini Raja Arab terkesan membiarkan rakyatnya sendiri memeras warga negara lain.
"Makanya, peran Saudi sebagai negara bersahabat, masa dibiarkan rakyatnya memeras kita. Ini Rp 25 miliar loh. Berapa tahun TKI harus bekerja untuk membayar itu, jumlahnya tak mungkin bisa dipenuhi TKI. Harusnya ada usaha dari Raja Saudi untuk membantu mengintervensi," ujar Marzuki di Kompleks Parlemen, Selasa (25/3/2014).
Marzuki mengaku prihatin karena peristiwa yang menimpa Satinah bisa dibilang menunjukkan persaudaraan antara umat Islam (ukhuwah Islamiah) yang tidak terjadi. Padahal, Arab Saudi adalah negara Islam dan Satinah pun seorang TKI yang beragama Islam.
Marzuki mengkritik hukum di Arab Saudi yang memberikan persyaratan uang supaya seorang terpidana dimaafkan. Kalaupun harus membayar ganti rugi akibat aksi pembunuhan yang dilakukan, Marzuki menilai jumlahnya tak seharusnya mencapai Rp 25 miliar.
"Harus diperhatikan juga, alasan Satinah membunuh kan karena tekanan psikologis selama ini, bukan tanpa alasan, meski kami turut berdukacita atas meninggalnya korban," imbuh politisi Partai Demokrat ini.
Selain itu, Marzuki menuntut agar Perusahaan Jasa TKI (PJTKI) dan pihak asuransi membayarkan tuntutan keluarga korban. Premi asuransi dari TKI selama ini, menurut Marzuki, seharusnya bisa membebaskan Satinah dari maut.
"Mereka tidak boleh lepas tangan begitu saja, selama ini dapat uang begitu banyak. Sisanya, baru dibayar pemerintah," ujarnya.
Seperti diketahui, Satinah, seorang TKI asal Ungaran, Jawa Tengah, mengadu nasib ke Arab Saudi. Namun di sana, dia mendapat siksaan dari majikannya. Satinah pun melawan sehingga harus membunuh majikannya.
Pengadilan Arab Saudi memutuskan bahwa Satinah bersalah dan harus menjalani hukuman pancung pada 3 April 2014. Untuk bisa bebas dari hukuman tersebut, Satinah harus membayar uang maaf sebesar Rp 25 miliar.
Berlebihan
Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto, mengatakan, sejak kasus ini mencuat, Kementerian Luar Negeri sudah melakukan pendampingan. Tim advokasi juga diturunkan untuk membantu Satinah selama proses persidangan. Namun Satinah diputuskan bersalah dan terancam hukuman pancung.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kata Djoko, sudah mengirimkan surat kepada Raja Arab Saudi. Namun Raja Arab Saudi tidak bisa intervensi karena pemaafan sepenuhnya sudah diserahkan kepada keluarga korban.
Menurut Djoko, tuntutan keluarga korban yang meminta uang Rp 25 miliar berlebihan.
"Khusus untuk Satinah ini yang jadi kendala besar adalah permintaan uang diat yang sangat tidak masuk akal, permintaannya 7,5 juta riyal atau sekitar Rp 25 sampai Rp 26 miliar. Padahal, dulu permintaan uang diat keluarga tidak sebesar itu, hanya sekadar ratusan ribu riyal, bahkan Rp 1 juta hingga 1,5 juta riyal," tutur Djoko.