Busyro Sindir Akademisi Terjun ke Politik Justru jadi Koruptor
Busyro Muqoddas mengaku senang dengan kedatangan perwakilan 156 perguruan tinggi
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengaku senang dengan kedatangan perwakilan 156 perguruan tinggi yang tergabung dalam Indonesian Integrity Education Network (IIEN), ke kantor KPK, Jakarta, pada Kamis (3/4/2014).
Hal itu disampaikan Busyro karena para akademisi kampus itu mempunyai visi misi dan program kerja yang sama, dan bahkan siap membantu KPK untuk memberikan pendidikan politik berintegritas kepada 560 anggota DPR RI 2014-2019 terpilih.
Menurut Busyro, para akademisi sudah selaiknya menjalankan tugas melayani masyarakat dan tidak terjun ke dunia politik praktis, termasuk masuk ke partai politik. "Sebetulnya Orang kampus itu lebih tepat untuk memberikan peran seperti ini," kata Busyro.
Berdasarkan pengalaman penanganan kasus di KPK, Busyro pun menyindir para akademisi yang terjun ke politik praktis justru terjebak dalam pusaran kasus korupsi.
"Sebab kalau orang kampus misalnya lama-lama tergiur masuk ke struktur politik, 'Hei kita sudah punya contoh loh, orang kampus enggak butuh waktu lama begitu masuk, langsung masuk perangkap'. Begitu kan," tuturnya.
Karena itu, Busyro mengimbau para akademisi tidak tergoda terjun ke dunia politik. Ia menyarankan kaum intelek tersebut berperan aktif untuk mencerahkan politik Indonesia, di antaranya melalui kerjasama dengan KPK.
"Dan KPK selalu menggandeng terus. Inilah legacy kami di periode ini untuk memperkuat peran basis-basis masyarakat sipil karena mereka adalah kekuatan tersendiri untuk masa ke depan," tukasnya.
Sekadar diketahui, latar belakang sejumlah tersangka kasus korupsi yang ditangani pihak KPK, baik dari kalangan anggota DPR RI dan pemerintahan, adalah akademisi.
Namun, tidak sedikit tersangka kasus korupsi di KPK justru ditahan pihak KPK saat masih aktif sebagai akademisi di perguruan tinggi. Sebut saja, Dr Tafsir Nurchamid Ak MSi yang merupakan Guru Besar Ilmu Administrasi Negara FISIP dan Wakil Rektor UI Bidang SDM, Keuangan dan Administrasi Umum.
KPK menetapkannya sebagai tersangka dan menahannya karena ditemukan dua alat bukti bahwa Tafsir selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek Perpustakaan Pusat UI senilai Rp 21 miliar, telah melakukan menggelembungkan (makr up) nilai proyek.
Kini, sang Wakil Rektor itu mendekam di Rutan Guntur Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.