Bawaslu: Jual Beli Suara Masuk Pidana Pemilu
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), menegaskan bahwa jual beli suara masuk dalam pidana pemilu.
Penulis: Y Gustaman
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUN, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), menegaskan bahwa jual beli suara masuk dalam pidana pemilu. Bawaslu bersama Sentra Penegakan Hukum Terpadu di dalamnya termasuk Polri dan Kejaksaan, akan mengawal ketat tindak pidana pemilu.
"Apabila terjadi jual beli suara, Bawaslu, Polri dan Kejaksaan secara bersama memperketat penegakkan pemilu, khususnya tindak pidana pemilu," ungkap anggota Bawaslu, Nelson Simanjuntak dalam konferensi bersama di Bawaslu, Jakarta, Senin (7/4/2014).
Nelson menambahkan, memang jual beli suara yang ditawarkan penyelenggara pemilu dalam pelaksanaan pemilu sebelumnya pernah terjadi. Tawaran bukan hanya dilakukan penyelenggara pemilu, tapi juga ada permintaan peserta pemilu.
Bawaslu, sebagai pengawas sudah mengeluarkan surat edaran ke pengawas di tingkat bawah untuk mewaspadai jual beli suara di lapangan. Pengawas pemilu juga diminta melakukan pengawasan melekat terhadap pengawas sesuai tingkatan.
Dikatakan Nelson, Bawaslu mengimbau peserta pemilu baik calon anggota legislatif dan parpol dan calon anggota perseorangan untuk menolak apabila ada tawaran jasa pemenangan diberikan penyelenggara pemilu.
"Berkaitan dengan itu, Bawaslu mengimbau penyelenggara pemilu tak melakukan kecurangan dalam rangka memenangkan suara peserta pemilu. Apabila ada tawaran, supaya betul-betul dilaporkan ke pengawasan sesuai tingkatan, paling tidak untuk pencegahan," ungkapnya.
Sebelumnya, Ketua DKPP, Jimly Asshiddiqie, mengaku mendapat curhat dari tiga parpol yang ditawari jasa pemenangan oleh oknum penyelenggara pemilu. Mereka melaporkan hal tersebut karena resah dengan tawaran yang diberikan. Namun, Jimly enggan menyebut tiga parpol tersebut.
"Penyelenggara yang menawarkan ada dari tingkat PPK, ada juga dari tingkat kabupaten. Salah satu anggotanya. Jadi ada tiga parpol yang menelpon. Saya pikir ini serius ini. Mereka menawarkan mau menang apa kalah," terang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
Jimly menambahkan, tiga parpol ini mengaku mendapat informasi soal tawaran pemenangan berdasar masukan para calegnya. Tapi laporan itu banyak dan menyasar ke tiga parpol. Tawaran diberikan setelah parpol ini mengevaluasi hasil kampanye.
Dikatakannya, oknum penyelenggara yang menawarkan jasa pemenangan ada di Jawa dan luar Jawa. Kendati begitu, Jimly meminta publik tidak memukul rata bahwa tindakan tak terpuji tersebut dilakukan semua penyelenggara pemilu.
"Tapi kita enggak boleh mengenaralisir. Tidak semua penyelenggara pemilu seperti itu, hanya beberapa kasus di satu daerah menyangkut banyak orang, banyak calon. Lebih dari tiga itu banyak. Kita khawatir jangan sampai ini menjadi gejala umum," imbuh Jimly.