Saksi Sebut Pejabat Kemenlu Sering Minta Kwitansi Kosong
Putri mengungkapkan bahwa adanya kebiasaan buruk para pejabat tinggi di Kemenlu jika menyelenggarakan acara pertemuan atau sidang internasional.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Manajer PT Pactoconvex Niagatama, Iffa Kusuma Putri bersaksi dalam sidang perkara korupsi kegiatan dan sidang internasional di Kementerian Luar Negeri selama 2004-2005 dengan terdakwa mantan Sekjend Kemenlu Sudjadnan Parnohadiningrat.
Dalam penuturannya, Putri mengungkapkan bahwa adanya kebiasaan buruk para pejabat tinggi di Kemenlu jika menyelenggarakan acara pertemuan atau sidang internasional.
Mereka, sebut saksi, kerap meminta kwitansi kosong dengan alasan untuk melengkapi administrasi.
Sedikitnya, ungkap Putri, ada 2 nama yang kerap meminta kwitansi kosong jika acara selesai diselenggarakan. Mereka adalah I Gusti Putu Adnyana dan Warsita Eka yang sekarang sudah pensiun dari Kemenlu.
"Mereka sering minta kwitansi kosong setelah acara," tegas Putri depan majelis hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (23/4/2014).
Kwitansi kosong yang diberikan Putri, uajrnya tak pernah balik lagi. Padahal pihaknya sudah mendesak kepada Eka dan Putu agar mengembalikan kwitansi kosong itu. Tetapi keduanya sering berkelit.
Putri mengaku sempat kesal dengan tindakan kedua orang tersebut yang kerap meminta kuitansi kosong. Terlebih mereka tidak pernah mengembalikan lagi kwitansi kosong itu.
"Mereka selalu bilang 'iya nanti'. Padahal Kwitansi yang saya berikan sudah distempel, ditandatangan saya, dan bermaterai. Ada sepuluh lembar," kata Putri.
Sementara Direktur Utama PT Pactoconvex Niagatama, Susilowani Daud, dan Wakil Direktur PT Pactoconvex Niagatama, I Ketut Salam yang hadir juga menjadi saksi mengakui hal itu. Menurut Susi, jika pihaknya yang mengisi kwitansi kosong itu, selalu dinilai salah oleh pihak Kemenlu.
"Kalau kami yang mengisi invoice katanya salah terus. Jadi ya sudah kami berikan invoice kosong saja. Soalnya waktunya juga mepet sekali," kata Susi.
Baik Susi maupun Ketut menyadari bahwa kwitansi-kwitansi kosong yang sering diberikannya itu, membawanya jadi saksi di persidangan saat ini.
Seperti diketahui, Mantan Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri (sekarang Kementerian Luar Negeri), Sudjadnan Parnohadiningrat didakwa melakukan korupsi sebesar Rp 4,570 miliar dalam pelaksanaan kegiatan 12 pertemuan dan sidang internasional selama tahun 2004-2005.
Dalam dakwaan disebut rinci, bahwa dari uang Rp 4,570 miliar itu, sebesar Rp 300 juta diambil untuk kepentingan Sudjadnan sendiri. Sisanya, Sudjadnan memberikan untuk memperkaya orang lain, di antaranya Kepala Biro Keuangan Deplu Warsita Eka sebesar Rp 15 juta, Kepala Bagian Pelaksana Anggaran Sekjen Deplu I Gusti Putu Adnyana Rp 165 juta, Kepala Bagian Pengendali Anggaran Sekjen Deplu Suwartini Wirta sebesar Rp 165 juta, dan Sekretariat Jenderal Deplu Rp 110 juta.
Selain itu, dalam dakwaan disebut juga nama Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Susilo Bambang Yudhoyono, Hassan Wirajuda, kecipratan hasil dugaan korupsi yang dilakukan Sudjadnan. Hassan yang saat program itu terjadi masih menjabat Menteri Luar Negeri, disebutkan Jaksa, kecipratan dana sebesar Rp 440 juta dari Sudjadnan.