Pengamat: Raskin Jangan Dihapus
Pengamat pangan, Prof Dr Mohammad Husein Sawit, tidak setuju jika pemerintah menghapuskan program subsidi beras untuk masyarakat
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat pangan, Prof Dr Mohammad Husein Sawit, tidak setuju jika pemerintah menghapuskan program subsidi beras untuk masyarakat berpenghasilan rendah atau yang kerap disebut beras miskin (raskin).
Penghapusan raskin tersebut mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan berbagai permasalahan program raskin tersebut.
"Saya tidak sependapat jika raskin dihapus. Kalau program raskin dihapus, maka akan menghapus juga program-program pemerintah yang lain," kata Husein saat dihubungi wartawan, Senin (28/4/2014).
Husein menuturkan, penghentian program raskin bukan solusi menyelesaikan permasalahan yang ditemukan oleh KPK. Menurutnya, program raskin berkaitan dengan sejumlah kebijakan pemerintah lainnya dan jangkauan raskin semakin luas dan fungsinya semakin penting.
"Tujuan raskin tahap awal tidak dirancang untuk menstabilkan harga beras, tapi mekanisme stabilisasi harga beras itu dengan cadangan beras pemerintah. Sekarang cadangan beras pemerintah sedikit sekali dan kualitasnya sama dengan raskin. Karena itu, raskin digunakan sebagai alat untuk menstabilkan harga," jelasnya.
Husein menjelaskan, suatu program yang terlalu banyak volumenya, biasanya sulit untuk dikontrol, sehingga perlu ditata sedemikian rupa. Maksudnya, harus dirasionalkan jumlahnya. Jumlah yang rasional sekitar 2 juta ton.
Menurutnya, saat ini jumlah raskin sudah melebihi, yakni mencapai lebih dari 3 juta ton yang pada 2013 mencapai 3,4 juta ton, sehingga dianggap terlalu besar. Semakin besar volume raskin, semakin besar pula dalam menyerap beras produksi dalam negeri.
"Pengadaan itu banyak bergantung pada produksi. Kalau musimnya jelek, tentunya tak bisa mendapat gabah yang banyak, karena tidak mencukupi. Dan biasanya kalau tidak mencukupi, beras harus diimpor. Agar tidak terlalu banyak impor beras, maka manajemen raskin perlu diperbaiki, harus dirasionalkan jumlahnya, bukan diberangus," ucapnya.
Melalui rasionalisasi jumlah menurutnya maka akan lebih mudah mengontrol dan mengelola program raskin. Yang harus juga dibenahi, kata Husein, adalah penerima manfaat yang sekarang dibagi rata-rata.
"Program yang sudah besar dan massal, pastilah ada kemungkinan salah urus, tapi tidak harus dihapus. Kalau dihapus, itu tidak menyelesaikan masalah. Justru masalah lain akan muncul. Misalnya petani tak akan terlindungi pada saat panen raya," katanya.
Husein mengatakan, jika raskin dihapus artinya pemerintah tidak lagi melakukan pengadaan beras dan tidak ada lagi pembelian gabah dari petani, sehingga petani akan menjualnya ke swasta.
"Masalahnya, swasta biasanya tak membeli banyak, dan harga akan jatuh di bawah ongkos produksi, sehingga petani akan rugi. Akibatnya, di panen berikutnya petani akan mengurangi luas area, tidak mau menggunakan pupuk lagi dan produksi gabah akan merosot," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.