Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Belum Ada Indikasi Penyelenggara Negara Lain Terlibat Suap

Juru bicara KPK, Johan Budi menyatakan belum mendapatkan informasi tentang adanya Penyelenggara Negara selain Hadi Poernomo yang terlibat kasus ini.

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Belum Ada Indikasi Penyelenggara Negara Lain Terlibat Suap
Abraham Utama/Tribunnews.com
Sebuah mushola berdiri di atas tanah seluas 1,2 hektar milik mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo di di Jalan Raya Ciputat Parung Gang Mangga, Kelurahan Kedaung, Kecamatan Sawangan, Depok. Warga sekitar mengatakan pengajian dilakukan di mushola ini setiap Jumat pukul 13.00 WIB. (Tribunnews/Abraham Utama) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengajukan analisa transaksi keuangan untuk mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Hadi Poernomo, ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Penelusuran transaksi perbankan Hadi Poernomo tersebut terkait penyidikan kasus dugaan korupsi dalam penerimaan permohonan keberatan wajib pajak Bank BCA Tahun 1999 pada 2003-2004.

Juru bicara KPK, Johan Budi menyatakan belum mendapatkan informasi tentang adanya Penyelenggara Negara selain Hadi Poernomo yang terlibat kasus ini, termasuk dugaan gratifikasi ataupun suap yang melibatkan pihak legislatif, eksekutif maupun swasta.

"Sampai sekarang belum ada. Tapi kan nanti bisa berkembang," ujar Johan.

Johan pun menyatakan sejauh ini pihaknya belum melakukan penyitaan terhadap harta bergerak maupun tidak bergerak seperti tanah dan bangunan terkait Hadi Poernomo.

"Belum ada disita," ujarnya.

Diberitakan, Senin, 21 April 2014, KPK menetapkan Hadi Poernomo tersangka karena saat menjadi Dirjen Pajak pada 2003-2004 diduga melakukan tindak pidana korupsi berupa penyalahgunaan wewenang dalam penerimaan keberatan Bank BCA Tahun 1999. Penetapan tersangka tersebut terjadi bertepatan dengan hari ulang tahun Hadi Poernomo ke-67 dan baru beberapa jam menggelar acara perpisahan selaku Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

BERITA TERKAIT

Penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Hadi, yakni dengan memerintahkan anak buahnya, Direktur PPh (Pajak Penghasilan), agar mengubah kesimpulan risalah kajian keberatan atas transaksi Non-Performing Loan (NPL) atau kredit macet Bank BCA sebesar Rp 5,7 triliun dari 'ditolak' menjadi 'diterima'. Akibatnya, uang setoran pajak Rp 375 miliar yang seharusnya masuk ke kas negara (Ditjen Pajak) tidak terjadi.

Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK per 9 Februari 2010, Hadi melaporkan memiliki harta tak bergerak berupa rumah dan tanah yang tersebar di 25 lokasi, di Los Angeles AS, Jabodetabek dan Tanggamus Lampung, dengan nilai total Rp 36.982.554.031 atau hampir Rp 37 miliar. Tanah terluasnya berada di Depok dengan luas 11.150 meter persegi dan 300 meter persegi senilai Rp 7.056.100.000 atau Rp 7 miliar.

Sejumlah pihak menilai janggal karena di LHKPN itu, Hadi mengaku sebagian besar rumah dan tanahnya itu, termasuk yang di Depok, diperoleh dari hasil pemberian atau hibah sejak 1985 sampai 2004 atau saat dia masih menjabat Dirjen Pajak. Sebagiannya lagi diperoleh dari hasil sendiri.

Masih dari LHKPN yang sama, Hadi juga memiliki harta bergerak berupa barang seni senilai Rp 1 miliar dari hibah pada 1979, logam mulia senilai Rp 100 juta dari hibah pada 1972, batu mulia senilai Rp 400 juta dari hasil hibah 1972 dan harta bergerak lainnya senilai Rp 25 juta juga dari hibah pada 1985. Ia juga melaporkan mempunyai harta giro dan setara kas senilai Rp 293.425.774.

Secara total, pria kelahiran kelahiran Pamekasan, 21 April 1947, yang mengawali karir sebagai Kepala Bidang Ekonomi di Dewan Analisis Strategis di Badan Intelejen Negara ini mempunyai harta kekayaan senilai Rp 38.800.979.805 atau Rp 38,8 miliar per 9 Februari 2010.

Kejanggalan lain juga tampak karena di dalam LHKPN-nya itu, Hadi selaku mantan pejabat negara yang biasa menghitung dan menarik upeti atau pajak dan menelisik anggaran proyek-proyek kementerian itu mengaku tidak mempunyai satu pun mobil sebagai harta bergeraknya. Selain itu, ia juga mengaku tidak mempunyai usaha pertambangan maupun surat berharga.

Dalam pelaporan LHKPN per 14 Juni 2006, Hadi mengaku memiliki harta dengan total Rp 26.061.814.000 dan 50 ribu Dolar AS. Jumlah ini pun meningkat sekitar 100 persen dibanding harta Hadi pada pelaporan LHKPN per 6 Juli 2001 yang hanya sebesar Rp 13.855.379.000 dan 50 ribu dolar AS. (abdul qodir)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas