Dua Wanita Todong Tanda Tangan Direktur
Hendra Saputra hanyalah seorang pegawai rendahan. Betul-betul kelas rendahan
Penulis: Domu D. Ambarita
Editor: Rachmat Hidayat
Laporan wartawan tribunnews.com, Adi Suhendi dan Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hendra Saputra hanyalah seorang pegawai rendahan. Betul-betul kelas rendahan. Pendidikannya pun sebatas lulusan sekolah dasar. Di kantor-kantor perusahaan di metropolitan, posisi seperti dia adalah pesuruh. Biasa disebut office boy.
Siapa nyana, dia rupanya tidak sekadar pesuruh melainkan merangkap sebagai direktur utama perusahaan. Namun posisi hebat itu justru membawanya meringkuk di dalam penjara, Lembaga Pemasyarakat (Lapas) Cipinang. Kok bisa?
Hendra merupakan office boy di perusahaan PT Imaje Media Jakarta. Perusahaan ini milik Riefan Avran, putra Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengan (UKM) Syarief Hasan. Syarief merangkap Ketua Harian DPP Partai Demokrat, partai yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono.
Entah bagaimana bisa, nama Hendra tiba-tiba muncul menjadi seorang pimpinan tertinggi, denga jabatan direktur utama. Dan parahnya, dia dianggap menjadi orang yang bertanggung jawab atas kasus dugaan korupsi yang dilakukan perusahaan tersebut.
Pengacara Hendra Saputra, Ahmad Taufik mengatakan kliennya sudah bekerja pada perusahaan Riefan Avran selama empat tahun. Tugasnya setiap hari membersihkan kantor tempat Rivan bekerja, kemudian menjemput anak dan istri majikannya di apartemen untuk sekolah dan ke kantor.
"Awalnya dia digaji Rp 800 ribu per bulan. Belakangan gajinya naik menjadi Rp 1,2 juta," ucap Ahmad kepada TRIBUNnews.com.
Sebagai pesuruh di kantor, Hendra bekerja tidak melalui perusahaan alih daya atau outsourcing tetapi langsung bekerja pada perusahan Riefan yang berkantor di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan.
Gajinya yang pas-pasan membuat Hendra memilih tinggal di kantor Riefan. "Karena rumahnya di Bogor, ia pulang hanya Sabtu Minggu. Bila pulang setiap hari gajinya bisa habis buat ongkos," ungkapnya.
Ahmad menceritakan bagaimana nama kliennya bisa tercantum dalam akte perusahaan PT Imaje Media Jakarta sebagai direktur. Suatu ketika, ia disodori sebuah akta untuk ditanda tangan.
Ia tidak tahu akta yang ditanda tangannya tertera namanya sebagai direktur. Ia tidak membaca secara cermat karena diminta cepat untuk mengirimkan surat ke Kementerian Hukum dan HAM. "Penandatanganan tersebut pun bukan dilakukan di depan notaris," ucapnya.
Ada dua nama perempuan yang saat itu meminta atau 'menodong' Hendra agar menandatangani akta tersebut. Posisi Hendra saat itu direktur 'jadi-jadian'. Kedua wanita itu dikatakan Ahmad dekat dengan Riefan. "Mereka sering rapat bertiga, dengan Riefan," ujarnya.
Mengenai rekening atas nama Hendra yang dijadikan penampungan uang proyek pengadaan videotron --video lektronik layar lebar yang lazim dijadikan media promosi, Ahmad menjelaskan, Hendra diminta Riefan untuk membuka rekening atas nama Hendra sendiri.
Ia tidak tahu tujuan pembuatan rekening tersebut. "Ia pura-pura menyuruh membuka rekening, tapi uangnya diambil oleh Riefan," ucapnya.
Kasus ini telah membawa korban. Dua tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan videotron di Kementerian Koperasi dan UKM, yakni Hasnawi Bachtiar dan Kasiyadi diduga tewas di dalam Rutan Cipinang. Sebab-sebab kematian belum diketahui.
Setelah kematian tersangka atas nama Hasnawi Bachtiar, Hendra mulai ketakutan bernasib sama dengan tersangka videotron lainnya.
Meskipun tidak ada ancaman yang diarahkan kepadanya, kematian Hasnawi Bachtiar mengganggu psikologis Hendra. "Sejak kematian tersangka Bachtiar, hal tersebut menimbulkan rasa takut kepada Hendra," ucap Ahmad Taufik.
Bagaimana pun, Hendra merasa menjadi incaran pelaku sebenarnya dalam kasus tersebut untuk menghilangkan jejak. "Tentu dia takut karena pelaku sebenarnya bukan dia," katanya.
Di tengah ketakutannya kemudian, Hendra menghubungi keluarganya sampai akhirnya meminta bantuan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Ahmad berharap, LPSK bisa secepatnya mengambil kliennya guna memberikan rasa aman.
Meskipun dilanda ketakutan, Hendra tetap bersikap seperti biasa di dalam tahanan. Ia makan makanan yang diberikan pihak Lapas karena tidak memiliki pilihan lain. "Makan tetap makan yang disediakan Lapas, karena memang tidak ada makanan lain di sana," ungkapnya.