Nazaruddin: Itu Proyek Punya Bos Saya
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menghindar duduk di samping mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menghindar duduk di samping mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
Ulah Nazaruddin mencari-cari kursi yang jauh dari Anas membuat mantan Menpora Andi Alifian Mallarangeng mengalah dan melepaskan kursinya.
Adegan Nazar mencari-cari kursi hingga Andi melepaskan kursinya terjadi di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (13/5/2014) siang kemarin. Adegan itu membuat pengunjung sidang tertawa.
Andi, Anas, dan Nazar, pada Selasa siang kemarin, dihadirkan di Pengadilan Tipikor sebagai saksi sidang korupsi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.
Terdakwa pada sidang tersebut adalah Teuku Bagus Mokhamad Noor, mantan Direktur Operasi I PT Adhi Karya (perusahaan pemenang tender proyek Hambalang).
Setelah ketua majelis hakim membuka sidang, jaksa dipersilakan memanggil para saksi. Begitu masuk ruang sidang, Anas yang mengenakan kemeja putih duduk di kursi paling kanan. Sedangkan Andi Mallarangeng menempati kursi paling kiri. Keduanya terpisahkan oleh kursi kosong.
Jaksa kemudian memanggil Nazaruddin. Setelah memberi hormat kepada hakim dan jaksa, Nazar menyalami Anas tanpa memandang wajah Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di era reformasi itu. Nazar menyodorkan tangannya ke Anas dalam kondisi menundukkan kepala.
Nazar kemudian beralih mendekati Andi Mallarangeng. Seusai menyalami Andi, Nazar bergeser ke sisi kiri untuk mencari-cari kursi kosong. Andi rupanya mahfum bahasa tubuh Nazar.
Sambil tersenyum, Andi bangkit dari kursi paling kiri lalu duduk pada kursi di tengah. Nazar pun segera menduduki kursi yang ditinggalkan Andi. Para pengunjung pun menertawakan aksi Nazaruddin yang mengesankan tak mau duduk di sebelah Anas.
Persidangan kemarin menjadi yang pertama bagi Anas, Andi, dan Nazar untuk duduk bersama sebagai saksi. Kasus Hambalang adalah kasus penggelembungan anggaran proyek Hambalang dari Rp 125 miliar menjadi Rp 2,5 triliun.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan kerugian negara akibat korupsi pada proyek Hambalang mencapai Rp 243 miliar.
Ketika memberikan keterangan di depan majelis hakim, Nazar selalu menyebut Anas Urbaningrum sebagai "bos". Berkali-kali, Nazar mengatakan bahwa dana pada proyek Hambalang adalah bancakan bosnya. "Proyek Hambalang itu semua kan yang nyetting bos saya, Yang Mulia," kata Nazar.
"Siapa bos saudara?" tanya hakim Anwar.
"Mas Anas Urbaningrum," jawab Nazar. Ia juga mengatakan bahwa Anas adalah bosnya baik di Partai Demokrat maupun di perusahaan Permai Gorup. Saat Nazar menjelaskan tentang peran bos-nya di proyek Hambalang, Andi Mallarangeng sering tersenyum.
Nazar juga mengakui pernah memerintahkan stafnya di Permai Group, Mindo Rosalina Manullang, untuk menggiring proyek Hambalang agar dikerjakan PT Duta Graha Indah (DGI), rekanan Permai Group.
Untuk penggiringan itu, Nazar menggelontor dana Rp 21 miliar ke Sekretaris Kemenpora Wafid Muharram. "Itu atas perintah atasan saya, Yang Mulia," kata Nazar.
Namun, kata Nazar, proyek Hambalang jatuh ke PT Adhi Karya yang juga sudah menyiapkan fee dan disetujui oleh Anas. Akhirnya, Rosalina diperintahkan untuk menarik kembali uang yang sudah diserahkan ke Wafid Muharram.
Nazar juga mengatakan bahwa pemilik proyek Hambalang adalah orang yang berhasil mengurus sertifikat tanah di Hambalang, Bogor, yang disiapkan untuk lahan P3SON. Pengurusan sertifikat tanah tersebut terhenti sejak 2007.
Untuk menyelesaikan sertifikat lahan Hambalang, kata Nazar, Anas merintahkan anggota Komisi II DPR, Ignatius Mulyono, untuk mengurusnya.
Kemudian Ignatius menghubungi Ketua BPN saat itu, Joyo Winoto. Tidak lama kemudian, terbit sertifikat tanah untuk P3SON Hambalang. "Jadi, itu proyek punya bos saya (Anas Urbaningrum)," kata Nazar.
Ketika ditanya hakim tentang kebenaran penjelasan Nazar, Anas membantahnya. "Tidak benar Yang Mulia. Saya tidak pernah melakukan pertemuan dalam konteks membahas sertifikat seperti diceritakan saksi Nazaruddin. Mungkin itu yang dialaminya sendiri," ujar Anas.
Pada kesempatan lain, Nazar menyatakan, uang yang bertebaran di Kongres Partai Demokrat tahun 2010 berasal dari fee-fee yang dikumpulkan Permai Group dari menggarap sejumlah proyek nasional. Sumber dana terbesar, kata Nazar, adalah proyek-proyek universitas.
Awalnya, Nazar menceritakan jika Anas berniat menjadi Ketua Umum Partai Demokrat buat kemudian menjadi presiden. Sebelum jadi Ketua Umum, Anas disebut Nazar membantu memenangkan PT Adhi Karya sebagai pemenang dalam proyek Hambalang.
Modus pengumpulan uang, kata Nazar, adalah fee 18 persen dari PT Adhi Karya (selaku kontraktor). Menurut Nazar, fee tersebut lebih kecil dari yang diminta Anas yakni 22 persen dari nilai proyek. Uang yang terkumpul, menurut Nazar, digunakan untuk modal Anas maju sebagai calon ketua umum Partai Demokrat.
Anas, kata Nazar, berambisi menjadi presiden. "Kalau sudah jadi ketua umum, mau maju jadi presiden," kata Nazar.
Anas membantah semua pernyataan Nazar. "Ahlufitnah wal jamaah, Yang Mulia," kata Anas lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.
Nazar tersenyum mendengar pernyataan Anas. "Mungkin yang diceritakan saksi Nazaruddin adalah pengalaman atau yang pernah dilakukannya sendiri," kata Anas.