Lewat Twitter, Denny JA Bantah Berikan Gratifikasi Survei Kepada Anas
Denny mengaku kaget saat membaca berita di media online bahwa Anas didakwa menerima gratifikasi dari LSI senilai Rp 478,632 juta
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA membantah memberi gratifikasi berupa fasilitas survei kepada Anas Urbaningrum yang saat itu mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Denny mengaku kaget saat membaca berita di media online bahwa Anas didakwa menerima gratifikasi dari LSI senilai Rp 478,632 juta.
Denny mengatakan, survei yang dilakukan untuk Kongres Partai Demokrat 2010 itu hanyalah survei telepon kepada pemilik suara kongres atau bukan survei populasi nasional. Dengan demikian, survei tersebut menjadi jauh lebih murah. Ia mengatakan, total Rp 478 juta itu meliputi biaya memasang iklan dan membuat atribut untuk membantu kemenangan Anas.
Menurut dia, Anas tidak pernah menjanjikan imbalan kepadanya. Selain itu, LSI tidak pernah berurusan dengan kepala daerah yang menggunakan APBD untuk pemilihan kepala daerah.
Dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta hari ini, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Anas mendapat fasilitas survei gratis dari PT Lingkaran Survei Indonesia senilai Rp 478,632 juta. Survei itu terkait pencalonan Anas sebagai ketua umum dalam Kongres Partai Demokrat tahun 2010.
Jaksa mengatakan, fasilitas gratis itu diberikan karena jika Anas terpilih sebagai ketua umum Partai Demokrat, LSI dijanjikan mendapat pekerjaan survei untuk pemilihan bupati maupun wali kota dari Partai Demokrat. Anas menerima gratifikasi survei tersebut saat ia menjabat sebagai anggota DPR RI. Terkait hal ini, Denny juga pernah dipanggil KPK untuk dimintai keterangannya saat kasus ini dalam tahap penyidikan.
Berikut klarifikasi dari Denny JA yang ditulis melalui akun twitternya, @DennyJA_WORLD.
“Cukup kaget saya membaca berita di online bahwa Anas dituduh menerima ‘gratifikasi’ survei LSI seharga sekitar 478 juta. Diberitakan survei itu diberikan untuk membantunya menjadi ketua umum Demokrat, dengan harapan imbalan survei kepala daerah. Dugaan saya Jaksa penuntut menggunakan data keterangan saya di KPK, tapi salah mengerti,” tulis Denny JA.
“Kultweet ini perlu meluruskan ini untuk fakta yang sebenarnya. Tiga hal perlu diralat soal tuduhan itu. Pertama, survei untuk kongres demokrat itu hanyalah survei telefon kepada pemilik suara kongres. Bukan survei populasi nasional. Dengan sendirinya, surveinya pasti jauh lebih murah. Total 478 juta itu pastilah bukan hanya biaya survei. Itu juga biaya untuk memasang iklan, membuat atribut untuk membantu kemenangan Anas,” ujar Denny JA.
“Ralat kedua bantuan survei, iklan dan atribut itu bukan gratifikasi. Tapi deal bisnis biasa. Saya melakukan investasi. Dengan harapan, jika Anas menang menjadi ketua umum, saya akan lebih dekat dengan ketua umum partai terbesar. Anas juga tak pernah menjanjikan akan mengerahkan kepala daerah untuk membayar budinya. LSI tak pernah berurusan dengan kepala daerah yang menggunakan dana APBD untuk pertarungan pilkada,” tegas Denny JA.
“Ralat ketiga, LSI hanya mengharapkan survei yang diselenggarakan partai demokrat, yang dibayar oleh partai demokrat. Semua partai besar makukan survei untuk menyeleksi calon kepala daerahnya. Mereka membayar dengan dana partai, bukan APBD. Tak ada satu kasuspun LSI dibayar dengan menggunakan dana APBD untuk survei yang diminta partai Demokrat. Dengan sendirinya tuduhan jaksa bahwa survei LSI sebagai ‘gratifikasi’ tidak tepat. Semoga kultweet ini bisa membantu menjelaskan data apa adanya. Setelah anas terpilih, LSI mengerjakan survei belasan kabupaten di Aceh, atas permintaan partai demokrat,” kicau Denny JA di akun twitternya.