KPK: Dakwaan Jaksa Terhadap Anas Tidak Imajiner
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto menilai dakwaan Jaksa KPK terhadap terdakwa Anas Urbaningrum bukan imajiner belaka.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Gusti Sawabi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto menilai dakwaan Jaksa KPK terhadap terdakwa Anas Urbaningrum bukan imajiner belaka.
Bambang mengklaim jika dakwaan tersebut telah disusun sebagaimana bukti yang ada, termasuk salah satunya keterangan saksi-saksi.
Demikian ditegaskan Bambang melalui pesan singkatnya, Minggu (1/6/2014).
Bambang mengatakan bahwa surat dakwaan yang menyebut Anas berambisi menjadi Presiden RI sehingga memerlukan kendaraan politik dan mengumpulkan dana dari proyek-proyek APBN, berasal dari keterangan saksi-saksi yang telah diperiksa di penyidikan.
"Itu didasarkan atas keterangan saksi. Jadi apa yang ditulis KPK tidak ada yang imajiner tetapi berbasis alat dan barang bukti," kata Bambang.
Kendati demikian, Bambang tak merinci lebih lanjut mengenai ambisi Anas menjadi Presiden RI itu. Bambang justru meminta kepada publik untuk mengikuti terus proses persidangan.
"Silahkan ikuti proses persidangan," imbuhnya.
Pada kesempatan ini, Bambang mengkritisi soal pembelaan Anas dan tim pengacaranya. Dimana Anas dan tim pengacaranya lebih mengangkat masalah pencalonan Presiden dibandingkan menyangkal penerimaan dana yang didakwakan jaksa KPK.
"AU (Anas Urbaningrum) dan lawyer (pengacara) tidak pernah menyangkal soal dana-dana yang diterimanya itu tapi justru menanggai soal calon presiden," katanya.
Menurut Bambang, hal itu justru menunjukkan bahwa pihak Anas kesulitan membuktikan jika asetnya berasal dari sumber yang sah. "Itu indikasi yang menandakan dia kesulitan membuktkan aset dan kekayaannya dari sesuatu yang sah dan halal," imbuhnya.
Sebelumnya, Anas berserta tim kuasa hukumnya menilai jika dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum KPK imajiner dan spekulatif. Oleh sebab itu, mereka akan mengajukan nota keberatan (eksepsi) pada persidangan Jumat mendatang.
"Dakwaan imajiner, spekulatif dan saya tidak ikuti konstruksinya dengan jelas," ungkap Anas menanggapi surat dakwaan yang dibacakan jaksa di persidangan, Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (30/5/2014).
Hal yang tak jauh berbeda juga diungkapkan Anas usai menjalani sidang. Anas menyebut dakwaan yang disusun oleh jaksa KPK konstruksinnya juga tidak jelas. Kalimat pertama dalam dakwaan jaksa, sangat spekulatif kalimat yang imajiner.
"Tahun 2005 Anas akan mencalonkan diri sebagai presidin, saya kira itu bukan kenyataan tapi pernyataan imajiner. Saya ingin mengatakan terhada dakwaan tadi, kalimat yang tepat untuk meresponsya bahwa dakwaan itu imajiner spekulatif, data-datanya saya kira tidak valid," kata Anas.
Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu meyakini proses sidang akan berlangsung jujur. Oleh sebab itu, dia berharap supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) mengadili perkaranya dengan adil.
"Saya percaya pengadilan yang berlangsung secara terbuka dengan adil dan jujur itu yang diharapkan oleh saya," imbuhnya.
Anas sendiri didakwa menerima uang ratusan miliar rupiah dan mobil mewah dari proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON), proyek perguruan tinggi dan proyek lainnya. Penerimaan uang dan mobil dimaksudkan agar Anas ikut membantu memuluskan proyek Hambalang, proyek perguruan tinggi di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud.
"Selaku pegawai negeri selaku anggota DPR melakukan beberapa perbuatan menerima hadiah atau janji berupa Toyota Harrier B 15 AUD Rp 670 juta, 1 unit Toyota Vellfire B 6 AUD Rp 735 juta, kegiatan survei Rp 478 juta, uang Rp 116,5 miliar dan 5,2 juta USD. Dan proyek lain yang dibiayai APBN," kata jaksa Yudi Kristiana saat membaca surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (30/5/2014).
Jaksa juga mendakwa melakukan tindak pidana pencucian uang. Anas didakwa membeli tanah dan bangunan di sejumlah lokasi yang duitnya diduga berasal dari hasil korupsi.
Surat dakwaan buat Anas disusun dalam bentuk kumulatif. Dalam perkara suap, Anas disangkakan melanggar pasal 12 huruf (a) atau (b) atau pasal 11 juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 64 ayat 1 KUHP..
Pada delik pencucian uang, Anas dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 25 Tahun 2003 tentang pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Edwin Firdaus