Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Seknas Jokowi: Tangkap Pengelola Tabloid

Menurut Setiyardi, tak semua orang punya akun di Facebook dan bahkan tidak mengakses internet dalam kesehariannya.

zoom-in Seknas Jokowi: Tangkap Pengelola Tabloid
Warta Kota/henry lopulalan
JOKOWI MENDATANGI NELAYAN Calon presiden no urut 2 Jokowi mendatangi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pandanarang Teluk Penyu, Cilacap, Jumat (13/6/2013). Selain menghadiri deklarasi dukungan dari nelayan dan relawan Cilacap dia juga menyempatkan diri berdialog dengan nelayan tradisional. Warta Kota/henry lopulalan 

Seknas Jokowi meminta polisi segera mengungkap tuntas siapa saja yang bekerja di belakang redaksi Obor Rakyat, termasuk dalang dan penyandang dananya.

Jakarta - Terkait dengan pengakuan jurnalis inilah.comDarmawan Sepriyossa, bahwa Setiyardi, komisaris PTPN XIII, adalah salah satu pengelola tabloid Obor Rakyat, Presidium Seknas Jokowi, Muhammad Yamin meminta polisi untuk bergerak cepat: segera memeriksa keduanya, dan jika perlu menangkapnya.

Menurut Yamin, isi tabloid Obor Rakyat sudah sangat meresahkan masyarakat. Tabloid itu menyebarkan fitnah, mencemarkan nama baik calon Presiden Joko Widodo, serta menebar sentimen suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), seperti keturunan Tionghoa, beragama Kristen, berpihak kepada nonmuslim sampai capres boneka.

"Kami meminta polisi segera bergerak cepat agar pembuatan dan penyebaran tabloid Obor Rakyat bisa cepat dihentikan. Kami yakin polisi mampu membongkar siapa saja mereka yang bekerja di balik tabloid Obor Rakyat, termasuk siapa penyandang dananya," kata Muhammad Yamin, saat dihubungi Jumat, 13 Juni 2014.

Atas pengakuan terbaru Darmawan Sepriyossa tersebut, Seknas Jokowi menyerukan kepada seluruh relawan Jokowi yang tersebar di berbagai kota di Indonesia untuk segera mengamankan barang bukti tabloid Obor Rakyat, dan membuat laporan ke kantor polisi terdekat.

"Kita tidak boleh pasif menghadapi kampanye hitam tersebut. Kita mesti melawan segala bentuk kampanye hitam dengan membendung penyebarannya, mencari bukti-buktinya dan melaporkannya kepada pihak yang berwajib. Kita juga mesti meng-counter dan mengklarifikasinya sehingga masyarakat tidak terpengaruh atau terprovokasi atas kabar bohong menyesatkan yang sengaja dihembuskan secara sistematis dan massif oleh pihak lawan," tegas Yamin.

Secara etik dan hukum, Yamin menambahkan, kampanye hitam tidak dibenarkan karena dapat merongrong proses demokrasi. Lebih dari itu, kampanye hitam dapat menyesatkan masyarakat luas sehingga mendistorsi pilihan yang benar. 

Seperti diberitakan sebelumnya, kolomnis portal berita inilah.com, Darmawan Sepriyossa akhirnya angkat bicara. Pria yang selama ini dituding berada di balik terbitnya kampanye hitam lewat Tabloid Obor Rakyat mengungkap pelaku sebenarnya. Sang pelaku adalah Setiyardi, salah satu Komisaris PTPN XIII. Dan bukan kebetulan jika Setiyardi adalah kawan dekat Darmawan. Mereka sama-sama bekas jurnalis di Majalah TEMPO.

Dalam testimoninya di inilah.com, Darmawan berkisah. 

Suatu hari di akhir April 2014, setelah Pemilihan Legislatif 2014 yang memunculkan PDI Perjuangan sebagai pemenang ia ditelepon Setiyardi. "Dia bilang, sedang coba-coba membuat tabloid politik, dan meminta saya mencarikan pengamat politik yang bisa menuliskan artikel," tulis Darmawan. 

Untuk setiap artikel pendek itu, Darmawan meminta honor Rp 2 juta yang harus dibayar dua hari setelah tulisan diterima. Darmawan kemudian menghubungi penulis yang juga dosen ilmu komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Gun Gun Heryanto. Gun Gun  inilah yang belakangan berang setelah tahu tulisannya muncul di Tabloid Obor Rakyat. Lihat pengakuan Darmawan di sini.

Dua hari kemudian, Darmawan dan Setiyardi bertemu di sebuah rumah makan. Mereka berdiskusi dalam sikap yang sama: cari cara untuk turut andil menghambat naiknya Joko Widodo jadi presiden. Sebagai bekas jurnalis di media ternama, Setiyardi telah datang dengan sebuah konsep: menerbitkan tabloid, Tabloid Obor Rakyat.

Semula Darmawan kaget dengan kenyataan bahwa tabloid itu tak dikelola sebuah tim kerja. "Waktu saya tanya soal tabloid itu, siapa saja pengelolanya. Setiyardi mengatakan belum ada, hanya dirinya. Tentu saja saya kaget. Meski bukan tidak mungkin, itu pekerjaan yang teramat sulit," kisah Darmawan. 

Tapi Setiyardi sudah punya jalan keluarnya. “Kita ambil saja tulisan-tulisan kritis yang berseliweran di Fesbuk, Twitter, kan banyak,” kata Setiyardi, seperti ditulis Darmawan. 

Menurut Setiyardi, tak semua orang punya akun di Facebook dan bahkan tidak mengakses internet dalam kesehariannya. Untuk itulah dibutuhkan sebuah media cetak untuk meneruskannya ke khalayak yang tak membaca laman-laman di dunia maya. Darmawan terbujuk. Ia bersedia mengelola tabloid itu dengan nama samaran, sementara Setiyardi memampangkan namanya di kotak redaksi, tapi dengan nama panjang Setiyardi Budiono. "Dia bahkan berkata akan menambahkan nama almarhum ayahnya dalam mashead, menjadi Setiyardi Boediono," tulis Darmawan.

Nama Setyardi Budiono ini memang terpampang sebagai  Pemimpin Redaksi Tablod Obor Rakyat yang beredar di pesantren belakangan ini.

Darmawan juga sempat bertanya, dari mana dana pembuatannya. Setiyardi menjawab dananya sendiri lebih dari cukup untuk membiayai penerbitan. Darmawan  percaya. Bukan sekali dua Setiyardi bikin media cetak. Pada sekitar 2005-2005 lalu, misalnya, perusahaannya, Senapati Media, sempat membuat majalah bulanan luks bernama 69+, yang dia bagikan gratis.(skj) (Advertorial)

Admin: Sponsored Content
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas