Marzuki Alie Disebut Terima Voucher Rp 500 Juta dalam Sidang Anas
Nama Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Marzuki Alie kembali muncul dalam sidang kasus dugaan gratifikasi Hambalang, dengan terdakwa Anas.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Marzuki Alie kembali muncul dalam sidang kasus dugaan gratifikasi Hambalang, dengan terdakwa Anas Urbaningrum.
Bahkan, dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (3/7/2014) itu, Paul Nelwan mengatakan bahwa ada voucher sebesar Rp 500 juta yang diberikan ke Marzuki Alie terkait proyek pembangunan gedung baru DPR. Walau akhirnya proyek pembangunan tersebut dibatalkan.
Demikian terungkap setelah Penasihat Hukum Anas, Handika Honggo Wongso mengorek hal itu kepada Nelwan yang duduk di kursi saksi.
Awalnya, Paul Nelwan diberitahu M Arief Taufiqurrahman selaku Manajer Pemasaran PT Adhi Karya (AK) bahwa ada proyek pembangunan gedung baru DPR.
"Beliau (Arief) pernah sampaikan ke saya bahwa beliau pernah dipanggil ketua DPR, seperti di Berita Acara Pemeriksaan (BAP)," kata Arief menjawab pertanyaan Handika Honggo Wongso.
Kemudian, Honggo kembali menanyakan kebenaran isi BAP Paul Nelwan yang menyebut, 12 Januari 2014, bertemu dengan Arief dan diinfokan bahwa dia (Arief) diminta menghadap Marzuki Alie terkait adanya bon atau voucher Rp 500 juta untuk Marzuki Alie.
Lalu menjelaskan bahwa pemberian uang Rp 500 juta tersebut terkait rencana pembangunan Gedung DPR RI. Mengenai pemberian uang ini juga sebelunya pernah disampaikan Teuku Bagus.
Terhadap isi BAP tersebut, Paul Nelwan membenarkan dan mengaku menyampaikannya kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam sidang sebelumnya, mantan Kepala Divisi Koordinasi 1 PT AK, Teuku Bagus Mokhamad Noor juga mengungkapkan pernah diminta menghadap Marzuki Alie.
Menurut Teuku Bagus, semua berawal dari keinginan perusahaannya dan PT Pembangunan Perumahan (PP) untuk mendapatkan proyek pembangunan gedung baru DPR. Sehingga, menimbulkan konflik.
Atas dasar itulah, diungkapkan Teuku Bagus pada sekitar tahun 2010 dipanggil oleh Muchayat selaku salah satu Deputi di Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan diminta mundur.
"Saya dan pak Ketut Dharmawan selaku marketing PT PP dipanggil Muchayat. Oleh Muchayat saya disuruh mundur saja," kata Teuku Bagus.
Kemudian, lanjutnya, terkait perebutan proyek yang sama, ia dipanggil oleh Ketua DPR Marzuki Alie bersama dengan Indrajaya Manopol selaku Direktur Operasional PT AK, Ketut Dharmawan dan Musanip selaku Dirut PT PP.
Dalam pertemuan itulah, ungkap Teuku Bagus, Marzuki Alie meminta PT AK menjadi pendamping PT PP saja dalam mengerjakan proyek pembangunan gedung baru DPR. Meski begitu, Marzuki Alie yang pernah diperiksa KPK, membantah bahwa dirinya kecipratan uang 500 juta tersebut. Dia justru mengklaim yang melaporkan kasus tersebut ke KPK.