Divonis 9 Tahun Penjara, Mantan Auditor Utama BPK Tak Terima
Mantan Auditor Utama BPK Gatot Supiartono divonis sembilan tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tak terima!
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Auditor Utama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Gatot Supiartono divonis sembilan tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Majelis Hakim menilai Gatot terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran pidana yang menyebabkan Holly Angela Hayu meninggal dunia.
"Memutuskan, menjatuhkan putusan terhadap terdawka berupa pidana kurungan selama 9 tahun dipotong masa tahanan," kata Ketua Majelis Hakim Badrun Zaini saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (8/7/2014).
Majelis menilai, Gatot terbukti melanggar pasal 353 ayat 3 juncto pasal 1 dan 2 KUHP.
Putusan hakim sendiri lebih berat dari tuntutan Jaksa. Sebelumnya dalam sidang tuntutan, Jaksa Penuntut Umum menuntut Gatot dengan hukuman 4 tahun penjara.
Vonis 9 tahun ini sebenarnya bukanlah berdasarkan pasal yang didakwakan jaksa. Sebab jaksa dalam sidang dakwaan mendakwa Gatot dengan pasal dakwaan primer, pasal 340 tentang pembunuhan berencana dan subsider pasal 338.
Menanggapi itu mantan Auditor Utama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Gatot Supiartono mengaku geram dengan vonis hakim. Gatot menilai vonis terkait kasus pelanggaran pidana yang menyebabkan Holly Angela Hayu meninggal dunia itu tak berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di sepanjang persidangan.
"Putusan ini tak sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dalam sidang dan hakim menilai tidak ada unsur yang meringankan dari saya," kata Gatot.
Walaupun berat, Gatot tak langsung mengajukan banding atas vonis itu. Gatot mengaku masih akan pikir-pikir dan mempelajari putusan tersebut bersama kuasa hukumnya untuk mengajukan upaya banding.
Hal serupa juga diungkapkan Penasihat Hukum Gatot, Alfrian Bondjol. Alfrian menyatakan sepakat akan mempelajari putusan hakim sebelum banding. "Setelah berbicara, saat ini kami masih pikir-pikir," kata Alfrian Bondjol. (Edwin Firdaus)