Apakah Akhir Kekuasaan SBY Happy Ending? Penentuannya 22 Juli
Sukses tidaknya pengumuman pemenang Pilpres jadi barometer apakah kekuasaan SBY akan berakhir baik atau sebaliknya.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Klaim kemenangan Pemilihan presiden 2014 dua kandidat capres cawapres membawa suasana panas dalam demokrasi Indonesia. Isu bakal adanya kaos alias kerusuhan saat penetapan rekapitulasi suara berjenjang oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), 22 Juli 2014 mengemuka. Di sinilah peran Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden RI dipertaruhkan.
Rektor Universitas Islam Negri atau UIN Syarif Hidayatullah, Komarudin Hidayat mengatakan, jika penyelenggaraan Pilpres 2014 damai dan lancar, masyarakat internasional akan memberi apresiasi luar biasa. Sementara di dalam negeri, kata Komar, rakyat pun kian percaya dengan politik.
Namun, jika transisi kepemimpinan gagal, yang terjadi sebaliknya. Lebih-lebih, rakyat tidak lagi percaya politik. "Dan ingat, prestasi demokrasi yang berjalan damai selama ini akan rusak di ujung karier Pak SBY. Makanya Pak SBY punya kewajiban konstitusional bersama KPU menunjukan ke rakyat Indonesia dan dunia bahwa kami bisa menyelenggarakan Pilpres dengan jurdil, damai dan transparan," ujar dia saat ditemui wartawan di Kantor DPP Hanura, Jakarta Pusat, Sabtu (19/7/2014) malam.
"Ini pertaruhan presiden agar bangsa kita ini dipandang dunia. Mereka akan dikenang mengantarkan demokrasi dan mengakhiri transisi kepemimpinan dengan baik atau tidak," sambung Komar.
Apa indikator pemilihan presiden dianggap gagal? Cendikiawan muslim itu juga menjelaskan yang dimaksudkan dengan kegagalan transisi kepemimpinan adalah terjadinya kaos atau kerusuhan berkepanjangan serta merimbas kepada tidak stabilnya ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia.
Tanggung jawab elite
Komar menegaskan, elite politik di Indonesia merupakan salah satu pihak yang turut bertanggungjawab dalam menciptakan suasana dan kondisi demokrasi yang sejuk, atau bahkan sebaliknya, membara. Elite politik dianggap menjadi penentu keutuhan bangsa. Maka itu, elite politik harus mengembalikan suasana demokrasi menjadi sejuk kembali.
"Sikap negarawan yang dibutuhkan legowo. Tanggal 22 Juli akan kita lihat, apakah politisi kita negarawan apa pemburu kekuasaan. Kalau negarawan, mereka akan menerima baik. Kalau ribut-ribut, ketahuan mereka itu pemburu kekuasaan," ujar Komar.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan mempertemukan dua calon presiden peserta Pemilihan Umum 2014, yakni Prabowo Subianto dan Joko Widodo pada Minggu (20/7/2014), setelah buka puasa.
Pertemuan tersebut rencananya berlangsung di Istana Negara. Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bhakti menilai upaya itu demi menurunkan tensi politik. (Fabian Januarius)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.