Eks Kepala Bappebti Didakwa Lakukan Suap, Memeras dan Pencucian Uang
Syahrul dijerat dengan enam pasal sekaligus
Penulis: Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa KPK mendakwa mantan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Syahrul Raja Sempurnajaya tindak pidana korupsi.
Tak tanggung-tanggung Syahrul dijerat dengan enam pasal sekaligus terkait kasus dugaan pemerasan, pencucian uang, dugaan suap pengurusan izin pembangunan makam bukan umum di Desa Antajaya, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Syahrul dalam dakwaan pertama disebut memeras I Gede Raka Tantra selaku Ketua Asosiasi Pialang Berjangka Indonesia dan Fredericus Wisnubroto selaku Ketua Ikatan Perusahaan Pedagang Berjangka Indonesia (IP2BI).
Untuk kepentingan operasional Syahrul sebesar Rp 1,675 miliar, keduanya diminta menyisihkan fee transaksi dari keseluruhan transaksi di PT Bursa Berjangka Jakarta (PT BBJ) dan PT Kliring Berjangka Indonesia (PT KBI). Terkait sangkaan itu, Syahrul dijerat Pasal 12 huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Terdakwa selaku Kepala Bappebti memaksa I Gede Raka dan Fredericus untuk menyisihkan fee transaksi dari keseluruhan transaksi di PT BBJ dan PT KBI untuk kepentingan operasional terdakwa berjumlah Rp 1,675 miliar adalah bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri," kata Jaksa Elly Kusumastuti saat membacakan surat dakwaan Syahrul di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (24/7/2014).
Pada dakwaan kedua, Syahrul disebut menerima suap Rp 1,5 miliar dari Maruli T Simanjuntak yang berinvestasi emas di CV Gold Asset. Syahrul dinilai telah membantu Maruli yang bermasalah dalam investasi di CV Gold Asset sebesar Rp 14 miliar.
Fanny Sudarmono dari CV Gold Asset disebut bersedia mengembalikan dana investasi ke Maruli sebesar Rp 14 miliar atas bantuan Syahrul. Syahrul dijerat Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Pasal 11 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam dakwaan ketiga, Syahrul disebut Jaksa telah menerima suap Rp 7 miliar dari Hasan Wijaya selaku Komisaris Utama PT BBJ dan Bihar Sakti Wibowo selaku Direktur Utama PT BBJ.
Uang itu diterima lantaran membantu proses pemberian Izin Usaha Lembaga Kliring Berjangka PT Indokliring Internasional. Atas sangkaan itu, Syahrul dijerat Pasal 12 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada dakwaan keempat, Syahrul didakwa memeras Direktur PT Millenium Penata Futures (PT MPF), Runy Syamora. Pemerasan itu melalui Alfons Samosir sebesar 5.000 dollar Australia.
Syahrul dijerat Pasal 12 e Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, atau Pasal 11 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Untuk kepentingan terdakwa adalah bertujuan untuk menguntungkan diri terdakwa," kata Jaksa.
Dalam dakwaan kelima, Syahrul disebut menyuap Rp 3 miliar kepada Doni Ramdhani selaku Kepala Sub Bagian Penataan Wilayah Bagian Administrasi Pemerintahan Kabupaten Bogor, Rosadi Saparodin selaku Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor, Saptari selaku Kepala Urusan Humas dan Agraria KPH Bogor, Burhanudin selaku Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor, Iyus Djuher (almarhum) selaku Ketua DPRD Kabupaten Bogor, dan Listo Welly Sabu.
Penyuapan itu dilakukan bersama-sama Direktur Utama PT Garindo Perkasa dan Nana Supriyatna selaku Direktur Operasional PT Garindo Perkasa agar merekomendasikan penerbitan izin lokasi Tempat Pemakaman Bukan Umum (TPBU) di Desa Antajaya, Tanjungsari, Bogor, atas nama PT Garindo Perkasa.
"Syahrul dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP," kata Jaksa.
Dakwaan terakhir, Syahrul disebut melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Menurut jaksa, Syahrul telah menempatkan uang sebesar Rp 880,614 juta dan 92,189 dollar Amerika Serikat. Kemudian, menukarkan mata uang asing yaitu 120.000 dollar AS dan 120.000 dollar Singapura yang ditukarkan ke mata uang rupiah. Selain itu, membelanjakan atau membayarkan uang sejumlah Rp 3,352 miliar.
Uang itu di antaranya untuk pembelian mobil Toyota Vellfire, pembayaran cicilan unit Apartemen Senopati Office 8, pembayaran cicilan Toyota Hilux Double Cabin, Kijang Innova V AT Diesel, dan pembayaran asuransi.
Diduga pencucian uang itu berasal dari hasil tindak pidana korupsi yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan.
Hal tersebut bertolak belakang dengan penghasilan Syahrul. Pasalnya, selama menjabat Kepala Bappebti pada April 2011-2013, penghasilan Syahrul Rp 257.286.000. Uang tersebut terdiri dari gaji pokok, tunjangan struktural, tunjangan istri, tunjangan besar, dan tunjangan pajak.
Terkait sangkaan pencucian uang itu, terdakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.