Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Alumni Cipayung Berharap Relawan Jokowi Tidak Beradu Sodorkan Calon Menteri

Alumni Cipayung mengajak semua relawan dan pendukung pasangan capres-cawapres Jokowi - Jusuf Kalla tidak beradu menyodorkan calon menteri.

Penulis: Domu D. Ambarita
zoom-in Alumni Cipayung Berharap Relawan Jokowi Tidak Beradu Sodorkan Calon Menteri
TRIBUNNEWS.COM/DOMU D AMBARITA
Sejumlah aktivis Alumni Cipayung berkunjung di Redaksi Tribunnews.com, Selasa (12/8/2014). Mereka antara lain mantan pengurus PB HMI Muhammad Syafii, Ketua Presidium PP PMKRI Stefanus Asat Gusma, Mantan Ketua Presidium Pusat GMNI Deddy Rakhmadi (kedua dari kiri ke kanan). Mereka diterima General Manager Newsroom Tribun Network Febby Mahendra Putra (kanan). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Alumni Kelompok Cipayung mengajak semua relawan dan pendukung pasangan capres-cawapres Jokowi - Jusuf Kalla tidak beradu menyodorkan calon menteri. Sisi lain, presiden terpilih diingatkan agar tidak bias dalam menunjuk pembantunya supaya cita-cita membentuk kabinet kerja yang pro-rakyat dapat terwujud.

"Jika semua sadar dengan posisi 'relawan' maka tidak perlu beradu atau berlomba menyodorkan calon menteri lainnya kepada presiden terpilih," ujar Stefanus Asat Gusma, salah seorang Alumni Cipayung saat berkunjung redaksi Tribunnews.com, Selasa (12/8/2014) petang.

"Kita ini relawan, tapi kok belakangan mendorong nama-nama (untuk calon menteri), tapi yang didorong nama ketuanya sendiri," kata Gusma, mantan Ketua Presidium Pusat PMKRI.

Mantan Ketua Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI Deddy Rakhmadi mendukung pernyataan Gusma. Menurutnya, selain relawan Jokowi - JK, organisasi masyarakat dan organisasi kepemudaan pun, sebaiknya meninggalkan kebiasaan lama, berebut mengincar jabatan di pemerintahan.

"Kami tidak lagi pada kepentingan hanya menyodorkan nama sebagai calon menteri. Saya masih ingat bebrapa tahun lalu, begitu SBY terpilih, Cipayung menyodorkan nama. Sekarang, kami bukan lagi seperti itu," kata Deddy.

Walaupun demikian Deddy Rakhmadi mengingatkan presiden terpilih Jokowi perlu memperhatikan pemuda dalam pemerintahannya. "Sebab kita tahu, pemuda diketahui sangat berperan memilih Jokowi. Sebab anak mudalah pemilih dominan Jokowi," kada dia.

Dia berharap, dalam menentukan menteri atau orang-orang yang akan duduk di pemerintahan, Jokowi jangan sampai bias. Misalnya dalam menentukan Menteri Pemuda dan Olahraga (Mempora). elite pemuda. Seperti sering terjadi selama ini, bahkan sudah menjadi tradisi sejak Orde Baru, ada pemanfaatan elite segelintir pemuda, seperti halnya merekrut untuk menteri berdasar satu organisasi yang mengklain diri sebagai wadah tunggal organisasi pemuda, yakni Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI).

Berita Rekomendasi

"Itulah yang kami perhatikan, jangan sampai bias saat merekrut orang-orang yang akan membantunya termasuk dalam merekrut Menpora," kata Deddy Rachmadi.

Alasan lain mengapa pemerintahan Jokowi - JK perlu mengakomodasi pemuda, kata Gusma menimpali, karena kemenangan Jokowi - JK adalah kemenangan rakyat. "Mengapa? Karena seminggu sebelum hari H, beberapa survei menyebut Jokowi - JK kalah dari Prabowo - Hatta. Tetapi karena ada isu blunder, seperti menyebut dia sinting karen ide membuat hari Santri, lalu rakyat, umumnya kalangan muda, memilihnya," kata Gusma.

Rachmadi menyinggung program yang kerap disebutkan Jokowi tentang revolusi mental. Pemuda meminta, revolusi mental ini harus dikemas sedemikian rupa sehingga tetap dalam bingkai Pancasila.

"Ada kesan, revolusi mental ditujukan kepada rakyat, yang betul, revolusi kepada pejabat terlebih dahulu, barulah akan berubah pada tatanan sosial lapis bawah," kata Rahmadi.

Ia mengatakan Pilpres 2014 sebagai momentum politik yang membangkitkan keterlibatan semua elemen bangsa, mirip semangat angkatan 45. Kalau tempo dulu animo rakyat tinggi untuk terlibat angkat senjata, berperang melawan penjajah, kali ini, aktif berpolitik membangun propaganda politik.

"Jadi Inilah saatnya, rakyat terjun ke politik, dan ini fenomena baik. Bila perlu, rebutlah partai politik, karena kita sudah sepakat pimpinan nasional dilakukan melalui demokrasi yang di dalamnya terlibat partai politik," kata dia.

Masih mengenai metode merekrut menteri, Wayah Sudane mantan Presidium Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia, merekrut menteri juga jangan menyederhanakan masalah dengan mencomot perwakilan berdasarkan daerah maupun kesukuan.

"Merekrut bukan perwakilan kesukuan atau daerah, dari Bali, dari Papua. Tidak. Tetapi lebih perlu melihat seorang calon secara profesional, kompetensi, kapabilitas, dan integritas dan rekam jejaknya," kata dia.

Terkait kebijakan Jokowi mengundang partisipasi masyarakat memilih dan mengusulkan calon menteri berdasarkan kuis online, Alumni Cipayung menilai seseuatu terobosan yang bagus. Namun ada hal perlu yang diingat presiden terpilih, jangan mengandalkan kuis dalam memilih dan mengangkat menteri. "Jangan sekadar mencari gaya-gaya ngepop, tetapi harus betul-betul melihat rekam jejak dan ideologi mereka," kata Gusma.

***
Kelompok Cipayung
Kemarin, Gusma bersama sejumlah mantan aktivis organisasi mahasiswa berbasis keagamaan, yang tergabung dalam Kelompok Cipayung, bersilaturahmi ke redaksi Tribun di Jalan Palmerah Jakarta Pusat. Mereka diterima General Manager Newsroom Tribun Network Febby Mahendra Putra.

Para mantan ketua umum dan sekretaris sejumlah organisasi kemahasiswaan baru-baru ini mendeklarasikan pembentukan Ikatan Cipayung. Mereka umumnya aktif kebagai pimpinan organisasi tahun antara 2006 hingga 2013.

Mereka antara lain mantan Ketua Umum PB HMI Noer Fajrieansyah, mantan Ketua PB HMI Muhammad Syafii, mantan Ketua Umum PMII Addin Jauharudin, mantan Ketua Presidium PMKRI Stefanus Gusma. Kemudian mantan Ketua Presidium GMNI Deddy Rachmady, mantan Presidium KMHDI Wayan Sudane, mantan Sekretaris Umum GMKI Yozthin Thelik, dan mantan Ketua Umum IMM Sihadul Mubarak.

Cikal bakal Kelompok Cipayung adalah sebuah diskusi bertema "Indonesia yang Kita Cita-Citakan". Ada empat ormas pemuda yang menyelenggarakan diskusi pada tanggal 19-22 Januari 1972 itu di Cipayung, Puncak, Jawa Barat.

Pertemuan itu kemudian menghasilkan kesepakatan terbentuknya "Kelompok Cipayung". Kesepakatan tersebut ditanda-tangani oleh pimpinan keempat organisasi itu, yakni Akbar Tanjung (Himpunan Mahasiswa Islam/HMI), Soerjadi (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia/ GMNI), Chris Siner Key Timu (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia/PMKRI) dan Binsar Sianipar (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia/GMKI). Belakangan organisasi kemahasiswaan lainnya bergabung ke Kelompok Cipayung seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), dan Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Hikmahbudhi). (domu d ambarita)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas