Hakam Naja Optimis RUU Pilkada Segera Disahkan DPR
Ketua Panja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja optimis RUU Pilkada yang sudah dibahas selama dua tahun lebih itu akan segera disahkan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Panja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja optimis RUU Pilkada yang sudah dibahas selama dua tahun lebih itu akan segera disahkan oleh DPR RI pada September 2014.
Adapun yang belum disepakati bersama pemerintah mengerucut pada masalah wakil kepala daerah. Wakil kepala masih pada opsi tidak satu paket, dipilih langsung oleh kepala daerah terpilih serta dari parpol atau PNS.
“Tarik-ulur lainnya kepala daerah kabupaten/kota dipilih langsung, karena Pilkada serentak dimulai pada 2015 dan pemilu serentak 2019. Sedangkan Pilkada serentak nasional akan berlangsung pada 2021. Itu agar ada pemilu sela, ada jeda politik, serta terkait dengan sengketa pemilu yang kemungkinan bertambah banyak,” ujar Hakam Naja dalam diskusi ‘RUU Pilkada’ bersama Djohermansjah Johan Dirjen Otda Kemendagri di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (19/8/2014).
Politisi PAN itu mengatakan, anggaran Pilkada selama dari APBD, dan ke depan harus dari APBN. Mengapa? Kalau anggarannya dari APBD seperti kasus Pilkada Lampung, mereka tetap ngotot digelar pada 2014 lalu. Karena itu, ke depan Pilkada harus tunduk pada pusat, sehingga pemerintah daerah tidak bisa main-main dengan anggaran.
“Juga soal sengketa Pilkada, karena Mahkamah Konstitusi (MK) tak sanggup lagi, maka akan diserahkan ke Mahkamah Agung (MA), tapi hanya untuk Pilkada Provinsi,” ujarnya.
Hakam Naja mengatakan, MA tak lagi mampu dibebani sengketa Pilkada untuk kabupaten/kota, karena tugasnya sudah berat, maka akan diusulkan ditangani oleh Pengadilan Tinggi (PT), atau semuanya terpusat di Jakarta.
Djohermansjah juga mendesak agar RUU Pilkada disahkan, mengingat pada 2015 sebanyak 203 kepala daerah akan berakhir masa jabatannya atau daerah otonomi baru (DOB) pada 2015.
“Jadi, akan ada Pilkada serentak grup I sebanyak 203 daerah. Ada bersamaan gubernur dengan bupati, semua ini akan mengurangi biaya dan konflik politik. Sedangkan Pilkada serentak grup II pada 2018 untuk 285 daerah,” ujarnya.
Sementara itu pada 2020 akan digelar Pilkada serentak menyeluruh (nasional) untuk 539 kabupaten/kota termasuk provinsi, kecuali Yogyakarta.
“Untuk Pilkada 2018 masa jabatannya hanya dua tahun, sehingga tak dihitung satu periode. Namun, mereka bisa maju lagi (running) untuk 5 tahun berikutnya pada Pilkada tahun 2020 itu, juga menerima konvensasi,” katanya.
Menyinggung isu pecah kongsi kepala daerah dengan wakilnya, Djohermansjah menegaskan terdapat 331 kepala daerah dari 534 yang tersangkut kasus hukum.
“Kasus mereka itu akibat ongkos Pilkada yang mahal akibat dipilih langsung. Untuk itu, pemerintah mengusulkan dipilih oleh DPRD. Tapi, kalau DPR memutuskan sebaliknya, pemerintah akan mengikuti,” katanya.