Dubes RI di Saudi Arabia: Regulasi Haji Kerap Berubah
Dubes RI untuk Kerajaan Arab Saudi, Abdurrahman Mohammad Fachir, meminta sejumlah pihak memahami perubahan regulasi pelaksanan haji Pemerintah Arab.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Kholish Chered, dari Saudi Arabia
TRIBUNNEWS.COM, MAKKAH - Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi, Abdurrahman Mohammad (AM) Fachir, meminta sejumlah pihak memahami perubahan regulasi pelaksanaan haji yang dikeluarkan Pemerintah Arab Saudi.
Terpenting, perubahan regulasi tersebut masih bisa diantisipasi baik Pemerintah Indonesia. Selaku koordinator Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Fachir mengaku mengapresiasi perubahan-perubahan kebijakan yang diterapkan Pemerintah Arab Saudi.
"Tentu kita harus menyesuaikan, salah satunya penerapan e-Hajj yang tujuannya untuk transparansi penyelenggaraan ibadah haji," kata Fachir dalam rapat di Kantor Tata Usaha Haji (TUH), Jeddah, Minggu (31/8/2014) lalu.
Salah satu perubahan yang terkesan mendadak adalah disposisi surat memasukkan enam ton obat-obatan untuk jamaah calon haji Indonesia. Peraturan terbaru adalah disposisi yang harus disertakan ke Kementerian Luar Negeri Pemerintah Arab Saudi. Padahal, aturan ini belum pernah diberlakukan pada tahun lalu.
Kebijakan kedua yang krusial saat ini adalah masalah regulasi e-Hajj. Secara umum, pelaksanaan e-Hajj sudah bagus dan diterapkan dengan baik. "Namun karena ini sistem baru, masih terdapat masalah teknis, infrastruktur dan sumber daya manusia," ungkapnya.
Akan tetapi e-Hajj tidak bisa dihindari. Contohnya, soal pemondokan. Masih ada masalah dalam hal kecocokan data. Data yang dikirim pemerintah Indonesia kadang tak sama dengan data yang diterima atau dimiliki Kementerian Haji Arab Saudi atau pemilik pemondokan.
"Karena ini kan kebijakan baru, tentu akan menghadapi beberapa "trial and error". Tapi justru (kebijakan) ini menguntungkan karena sebagian tugas akan diambil teknologi informasi. Memudahkan pekerjaan," tuturnya.
Bahkan, Pemerintah Arab Saudi tak memberlakukan kebijakan ini saja, pihaknya menekankan, Pemerintah Indonesia sangat memerlukan sistem teknologi e-Hajj ini.
Secara keseluruhan, untuk memperlancar tugas petugas PPIH selama di Arab Saudi, pihaknya menekankan dua hal. Pertama, pentingnya komunikasi antarpetugas untuk mengoordinasikan kebijakan dari atas (pimpinan, red) ke petugas lapangan. "Agar instruksi kepada jamaah berjalan lancar."
Kedua, bagaimana mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi meski segala sesuatu telah disiapkan. "Tapi kita harus tahu di lapangan seperti apa, harus selalu ada opsi (pilihan atau jalan keluar)," kata dia.
Poin utama pada rapat di kantor TUH Jeddah tersebut adalah mendengarkan paparan penanggungjawab masalah pemondokan, katering, transportasi, kepala daerah kerja (Daker) Jeddah, Makkah dan Madinah, unit lainnya, serta laporan tim dari Kementerian Kesehatan RI.
"Selain itu, melihat kesiapan dari semua aspek, mulai bidang transportasi, perlindungan, katering, kesehatan, penerangan, imigrasi dan konsuler. Apa hambatan-hambatannya," terang Fachir.