Dipimpin Butet Kartaredjasa, Puluhan Petani Tebu Datangi Rumah Transisi
Mengenakan pakaian serba hitam, puluhan petani tersebut mengeluhkan soal seringnya pemerintah melakukan impor
![Dipimpin Butet Kartaredjasa, Puluhan Petani Tebu Datangi Rumah Transisi](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/20140903_000037_tim-transisi-jokowi-jk-bertemu-wapres-boediono.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dipimpin seniman Butet Kartaredjasa puluhan petani tebu dari Blora, Jawa Tengah mendatangi kantor transisi Jokowi-JK di Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa(16/9/2014). Mengenakan pakaian serba hitam, puluhan petani tersebut mengeluhkan soal seringnya pemerintah melakukan impor.
"SBY membuka keran impor 3,6 juta ton gula pertahun, sehingga harga gula jatuh dan gula dari petani tidak laku," kata Butet.
Hal serupa juga dilontarkan Ketua Asosiasi Petani Tebu Blora, Anton Sudibyo. Dia mengeluhkan pemerintah saat ini kurang peka dengan kondisi petani tebu. "Setiap kami akan panen, pasti akan terjadi impor besar-besaran. Sehingga kami kesulitan untuk mengembalikan modal," kata dia.
Karena itu dia berharap Jokowi yang sebentar lagi diangkat menjadi presiden memperhatikan nasib petani, mayoritas penduduk Indonesia. Jokowi harus mengurangi impor pangan yang sangat merugikan petani. "Tanpa kebijakan pro petani kami tidak yakin bisa hidup," kata Anton.
Anton menyarankan pemerintah baru nanti untuk mengurangi impor pangan terutama tebu hingga 80 persen.
Bahkan kalau perlu hingga 100 persen atau tidak impor pangan sama sekali. Sebab, kondisi petani saat ini sangat menyedihkan. "Kami menunggu 12 bulan baru mendapat duit dari panen. Kalau pegawai kan enak tiap bulan dapat duit," keluhnya.
Dalam kesempatan itu, Anton mengucapkan terima kasih kepada Tim Transisi yang telah bersedia menemuinya. "Kami diterima dengan baik dan dalam waktu dekat ini mereka (tim transisi) akan berangkat ke Blora untuk melihat kondisi petani tebu," kata dia.
Sementara itu Deputi Transisi Hasto Kristiyanto menyambut baik kedatangan petani yang mengeluhkan maraknya impor gula dari luar negeri. " Mereka datang dengan spirit baru bahwa kebijakan yang terlalu membuka ruang rafinasi harus dikoreksi. Mosok sekian tahun kita tergantung dengan impor gula," ujar Hasto.