Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat: Rangkap Jabatan SBY Bingung Tanggapi UU PIlkada

"Ini repotnya rangkap jabatan. Sebagai Ketum PD terlepas pernyataan SBY itu, sesuatu yang sungguh-sungguh atau sandiwara adalah wajar," kata Said.

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Y Gustaman
zoom-in Pengamat: Rangkap Jabatan SBY Bingung Tanggapi UU PIlkada
Kompas.com/Sabrina Asril
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menghadiri peluncuran buku SBY dan Kebebasan Pers di Grand Hyatt, Jakarta, Jumat (5/9/2014). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik dari Sinergi Demokrasi untuk Masyarakat Demokrasi (SIGMA) Said Salahuddin menilai Susilo Bambang Yudhoyono tak bisa membedakan statusnya sebagai Ketua Umum Demokrat dan Presiden RI.

Menurut Said, apa yang disampaikan SBY lewat tayangan video di YouTube terhadap hasil paripurna tidak jelas kapasitasnya sebagai presiden atau ketua umum Demokrat.

"Ini repotnya rangkap jabatan. Sebagai Ketum PD terlepas pernyataan SBY itu, sesuatu yang sungguh-sungguh atau sandiwara adalah wajar," kata Said kepada wartawan di Jakarta, Minggu (28/9/2014).

Bila sebagai Presiden RI selaku pemegang kekuasaan eksekutif, Said mengatakan sikap SBY menyalahi etika.

"Dalam sudut tata negara itu hal clear. Presiden boleh ajukan RUU seperti RUU Pilkada ke DPR untuk dibahas bersama, tapi kekuasaan pembentuk UU ada di DPR. Dalam hal ini saya mau katakan kedudukan DPR lebih kuat dari Presiden, apalagi dia yang usulkan. Kedudukan DPR dan Presiden sederajat," ujarnya.

Namun ada pula kewenangan masing-masing institusi. "Kekuasaan pembentuk undang-undang lebih kuat di DPR maka presiden tak pantas menyoal DPR, apapun yang diputuskan DPR," katanya.

BERITA TERKAIT

Said mengatakan presiden memiliki kewenangan untuk mengesahkan RUU menjadi UU. Pengesahan UU dilakukan oleh Presiden dengan ditandatangani oleh SBY. Manakala Presiden tidak tandatangan UU itu tetap berlaku.

Mengenai kemungkinan SBY akan menandatangani atau tidak undang-undang tersebut, Said menilai terdapat dua alasan.

"Bisa saja tetap tandatangan dengan alasan konstitusional. Bisa saja dia berargumen bahwa dirinya Presiden RI bukan Ketum. Ketidaksetujuan saya pada Pilkada oleh DPRD itu kapasistasnya sebagai Ketum, tapi sebagai Presiden dia bisa berkelit sebagai inisiator dan merasa perlu tandatangani," ujarnya.

"Kedua, bisa juga dia tidak tanda tangan untuk tunjukkan seolah-olah dia konsisten sebagai Presiden terhadap Pilkada lewat DPRD. Sikap ini diambil sekaligus mencari alasan pembenaran dari serangan yang bertubi-tubi menghajar dirinya, seperti #ShameOnYouSBY. Dia tidak tanda tangan UU itu akan berlaku," tambah Said.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas