Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jaksa Dakwa Ramadhani Korupsi Proyek Dermaga Sabang

Dia diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan memperkaya diri sebesar Rp 3,204 miliar.

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Jaksa Dakwa Ramadhani Korupsi Proyek Dermaga Sabang
TRIBUN/DANY PERMANA
Komisi Pemberantasan Korupsi menahan tersangka Heru Sulaksono (memakai rompi tahanan) di Jakarta, Senin (21/4/2014). Heru ditahan terkait kasus Pembangunan Dermaga Sabang. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Deputi Teknik Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) Ramadhani Ismy, melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek pembangunan Dermaga Sabang pada Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang.

Dia diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan memperkaya diri sebesar Rp 3,204 miliar.

Demikian dipaparkan Jaksa KPK, Fitroh Rohcahyanto ketika membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (29/9/2014).

"Terdakwa selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pekerjaan pembangunan Dermaga Sabang tahun 2006-2011 secara melawan hukum telah memperkaya diri Rp 3.204.500.000 dan memperkaya orang lain," kata Jaksa Fitroh.

Menurut Jaksa, karena 'skandal' royek ini, negara mengalami kerugian sebesar Rp 313,345 miliar. Kerugian ini terjadi karena tiga hal, di antaranya adalah selisih penerimaan riil dan biaya riil tahun 2006-2011 sebesar Rp 287,270 miliar, kekurangan volume terpasang tahun 2006-2011 sebesar Rp 15,912 miliar.

"Dan ketiga, penggelembungan harga satuan dan volume pada kontrak subkontraktor sebesar Rp 10,162 miliar.

Dijelaskan Jaksa Fitroh, BPKS pada tahun 2004 mendapatkan anggaran untuk pembangunan Dermaga Sabang yang bersumber dari APBN. Terkait pelaksanaan pengadaan barang dana jasa pembangunan konstruksi Dermaga Bongkar Sabang itu, Ramadhani ditunjuk sebagai sekretaris panitia pengadaan dengan pimpinan proyek Zulkarnain Nyak Abbas.

Berita Rekomendasi

Sebelum lelang tender, Kepala BPKS Zubir Sahim melakukan kesepakatan dengan Kepala PT Nindya Karya cabang Sumatera Utara dan Aceh Heru Sulaksono agar proyek pembangunan dikerjakan PT Nindya Karya.

Namun dilakukan pula kerjasama dalam bentuk joint operation antara PT Nindya Karya dengan perusahaan lokal yaitu PT Tuah Sejati yang kemudian dinamakan Nindya Sejati JO.

Setelah JO terbentuk, Zubir Sahim memerintahkan Zulkarnaen Nyak Abbas untuk memenangkan Nindya Sejati JO dalam proses pelelangan.

"Kemudian Zulkarnaen Nyak Abbas meminta Nindya Sejati JO memasukkan penawaran dan mencari perusahaan pendamping," kata Jaksa Fitroh.

Kemudian, guna memenuhi kelengkapan administrasi pelelangan, Zulkarnaen memerintahkan Ramadhani membuat administrasi pelelangan pekerjaan konstruksi Dermaga Bongkar Sabang.

"Atas perintah tersebut, terdakwa membuat kelengkapan administrasi pelelangan dan meminta panitia pengadaan, pihak Nindya Sejati JO dan 4 perusahaan pendamping (PT Pelita Nusa Perkasa, PT Reka Bunga, PT Flamboyan Huma Arya dan PT Bina Pratama Persada) menandatangani dokumen pelelangan agar seolah-olah telah dilakukan proses pelelangan," kata Jaksa Fitroh.

Sementara Zulkarnaen selaku pimpro kemudian menetapkan Nindya Sejati JO sebagai pemenang lelang pada 8 Juli 2004. Alhasil, Heru Sulaksono bersama Zulkarnaen dengan mulus menandatangani surat perjanjian kerja jasa konstruksi dengan nilai kontrak Rp 7,105 miliar.

Setelah itu, lanjut Jaksa, BPKS pada 26 Oktober 2004 melakukan pembayaran uang muka 20 persen dari nilai kontrak setelah dipotong pajak Rp 1,266 miliar kepada Nindya Sejati JO.

"Namun pada kenyataannya sampai dengan berakhirnya masa kontrak Nindya Sejati JO tidak melaksanakan pekeerjaan sebagaimana dalam kontrak," papar Jaksa Fitroh.

Untuk diketahui, proyek ini sempat terhenti karena bencana tsunami pada 26 Desember 2004. Tetapi proyek Dermaga Bongkar Sabang dilanjutkan kembali anatara rentan waktu 2006-2011.

Selain memperkaya diri sendiri, jaksa KPK mendakwa Ramadhani memperkaya orang lain yakni Heru Sulaksono sebsar Rp 34,055 miliar, T Syaiful Achmad sebesar Rp 7,490 miliar, Sabir Said Rp 12,721 miliar.

Lalu, memperkaya Bayu Ardhianto sebsar Rp 4,391 miliar, Saiful Ma'ali sebsar Rp 1,229 miliar, Taufik Reza sebsar Rp 1,350 miliar.

Tak hanya itu, atas skandal tersebut juga telah memperkaya Zainuddin Hamid sebesar Rp 7,535 miliar, Ruslan Abdul Gani dan Zulkarnaen Nyak Abbas masing-masing sebesar Rp 100 juta dan Ananta Sofwan Rp 977,729 juta.

Sedangkan korporasi yang diuntungkan adalah PT Nindya Karya sebesar Rp 44,681 miliar, PT Tuah Sejati sebsar Rp 49,908 miliar, PT Budi Perkasa Alam Rp 14,304 miliar, PT Swarna Baja Pacific Rp 1,757 miliar, serta pihak-pihak lainnya sebesar Rp 129,543 miliar.

Ramadhani didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Sedangkan pada dakwaan subsidair, Ramadhani didakwa melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas