Ungkap Kekerasan JIS, Besok Komnas HAM Datangi Polda Metro
"Rencananya Kamis besok, kita akan ke Polda Metro untuk mendengar dan mendapatkan informasi mengenai kasus ini (JIS). Komnas HAM memiliki kepentingan
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Kamis besok akan mendatangi Polda Metro Jaya, untuk menindaklanjuti laporan keluarga terdakwa kasus dugaan tindak asusila di Jakarta International School (JIS).
Dalam kasus ini lima petugas kebersihan di JIS yaitu Agun Iskandar, Virgiawan Amin, Syahrial, Zainal Abidin dan Afrischa dijadikan terdakwa akibat laporan dari Theresia Pipit, ibu MAK (6th) siswa TK JIS, yang menganggap anaknya menjadi korban tindak kekerasan seksual.
"Rencananya Kamis besok, kita akan ke Polda Metro untuk mendengar dan mendapatkan informasi mengenai kasus ini (JIS). Komnas HAM memiliki kepentingan untuk melindungi dan memperjuangkan hak asasi setiap warga negara yang terancam," jelas Komisioner Komnas HAM Nurcholis kepada media, (7/10/2014).
Kedatangan Komnas HAM ke Polda Metro ini merupakan tindak lanjut dari laporan keluarga para terdakwa ke Komnas HAM pada 16 September 2014.
Dalam laporan tersebut para keluarga korban mengungkapkan berbagai tindak penyiksaan yang dialami anak/suami mereka saat dalam penyidikan di Polda Metro.
Ali Subrata, ayah Zainal Abidin kepada Komnas HAM mengungkapkan, selama dalam penyidikan anaknya mengalami penyiksaan luarbiasa agar mengakui perbuatan tindak asusila seperti yang disusun dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) polisi.
"Saya tahu persis anak saya, mustahil dia melakukan perbuatan ini. Semua cerita ini bohong dan kami mohon Komnas HAM untuk mengungkap fakta yang sebenarnya. Kami orang kecil, jangan dijadikan korban dari perbuatan yang tidak kami lakukan," kata Ali sambil terisak di Komnas HAM (16/9).
Pekan lalu, Komnas HAM telah mendatangi sekolah JIS untuk mendapatkan informasi mengenai aktivitas di sekolah tersebut, serta mengumpulkan berbagai bahan mengenai kasus yang terjadi di JIS.
Namun Nurcholis enggan mengungkapkan hasil investigasinya di JIS tersebut.
"Untuk saat ini kami belum bisa sampaikan. Pada saatnya kita akan memberikan laporannya secara utuh," imbuhnya.
Nurcholis menilai kasus JIS, yang telah mengakibatkan seorang petugas kebersihan di JIS tewas saat proses penyidikan di Polda Metro, mendapat perhatian sangat luas dan melibatkan institusi pendidikan. Apalagi dari laporan keluarga para terdakwa ke Komnas HAM 16 September 2014, kasus ini dinilai memiliki banyak kejanggalan.
Selain mengakibatkan 5 orang pekerja kebersihan di JIS harus menghadapi tuntutan hukum, JIS juga terancam gugatan ganti rugi senilai US$ 125 juta atau hampir Rp 1,5 triliun dari Theresia Pipit.
Nilai gugatan Pipit tersebut meningkat sepuluh kali lipat dibandingkan gugatan yang dilayangkannya pada bulan April sebesar US$ 12 juta.
Dugaan adanya pelanggaran HAM dalam kasus JIS ini mulai terungkap setelah lima terdakwa mencabut seluruh berita acara pemeriksaan (BAP) dalam persidangan di awal September lalu.
Kelima terdakwa mencabut BAP karena merasa tidak pernah melakukan tindak kejahatan seperti yang tercantum dalam BAP.
Para terdakwa terpaksa menandatangani BAP lantaran tidak kuat dengan penyiksaan yang mereka alami.
Pengacara Virgiawan Amien, Saut Irianto Rajagukguk mengungkapkan, dugaan adanya penyiksaan dalam kasus ini juga disampaikan oleh David, Operation Risk Management JIS dalam kesaksiannya di persidangan pada Rabu (1/10).
"Kata David, dia melihat pemeriksaan terdakwa sebagai saksi kondisi para terdakwa sudah dipukuli dan mukanya lebam," kata Saud mengutip kesaksian David di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta Selatan, Rabu (1/10/2014).
Dalam kesaksiannya David juga menyatakan bahwa dia diminta untuk membuat surat pemanggilan terdakwa Agun dan Afrischa.
Pada tanggal 3 April dia hadir sebagai saksi dalam pemeriksaan terdakwa di Kanit PPA Polda Metro Jaya. Di situ ia mengaku, terdakwa dipukuli hingga lebam.
Malam harinya, kata David, dia mendapat telepon dari Kanit PPA Polda Metro Jaya, bahwa terdakwa harus dikembalikan kepada keluarga karena tidak memiliki cukup bukti.
"Kesaksian David bisa menjadi pintu masuk bagi Komnas HAM untuk mengungkap tindak kekerasan dan penyiksaan yang terjadi pada terdakwa. Kami yakin Komnas HAM akan mampu mengungkap kasus ini dan mengembalikan orang-orang yang tidak bersalah ini ke keluarganya kembali," ungkap Saut.