DPD Akan Investigasi Tangani Kekerasan Anak
Langkah ini dilakukan untuk mengatasi maraknya kekerasan terhadap anak baik secara fisik maupun seksual
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Daerah (DPD) akan mengirimkan timnya ke Bukittinggi untuk melakukan investigasi terkait kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di sana.
Langkah ini dilakukan untuk mengatasi maraknya kekerasan terhadap anak baik secara fisik maupun seksual yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
“Ini (kekerasan terhadap anak) sudah menjadi persoalan nasional yang harus segera ada solusinya. Bukan hanya karena sudah banyak merenggut nyawa, yang paling memperihatinkan banyak pelaku kekerasan juga masih anak-anak seperti yang terjadi baru-baru ini di Bukit Tinggi,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris di sela Rapat Pleno Komite III DPD, di Komplek Parlemen, Jakarta (16/10/2014).
Fahira mengatakan, walau implementasi Undang-Undang No.32/2002 tentang Perlindungan Anak sudah berjalan lebih dari satu dekade, tetapi tindak kekerasan terhadap anak masih marak terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Ragam faktor yang membuat masih bersemainya kekerasan anak, mulai dari kurangnya sosialisasi hak-hak anak, hukuman yang belum maksimal, hingga masih belum adanya sistem perlindungan anak di Indonesia.
“Pasal 82 UU Perlindungan Anak hanya mengancam pidana penjara maksimal 15 tahun dan minimal 3 tahun bagi pelaku kekerasan terhadap anak. Pasal 292 KUHP malah lebih ringan. Pelaku pencabulan terhadap anak hanya dihukum maksimal 5 tahun. Padahal, Kekerasan baik fisik maupun seksual kepada anak adalah kejahatan kemanusian luar biasa. Namun, hukum kita menganggapnya biasa,” ujar senator asal Jakarta yang juga Ketua Yayasan Anak Bangsa Berdaya dan Mandiri ini.
Yang paling membuat miris, lanjut Fahira, kekerasan kepada anak justru banyak terjadi di sekolah dan rumah, tempat di mana seharusnya anak mendapat perlindungan. Oleh kerena itu, Indonesia harus menyiapkan sistem perlindungan anak melalui pelibatan masyarakat serta mulai menerapkan pendidikan karakter dan budi pekerti sejak dini, karena itu cara yang efektif mencegah terjadinya kekerasan, dan Komite III DPD akan menginisiasinya segera.
Menurut Fahira, sistem perlindungan anak dengan pelibatan penuh masyarakat sangat efektif mencegah terjadinya kekerasaan. Fahira mencontohkan, Pemerintah Norwegia yang membuka kesempatan bagi masyarakat luas untuk menjadi relawan perlindungan anak di lingkungannya masing-masing.
Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat Pada 2013 ada 3.023 kasus kekerasan terhadap anak dan 58 persen merupakan kasus kejahatan seksual (meningkat lebih dari 60 persen dibanding 2012). Sementara hingga April 2014 ini telah menerima 622 laporan kekerasan terhadap anak.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.