KPI Imbau Lembaga Penyiaran Tidak Eksploitasi Konflik Ahok dengan FPI
Hal ini mengingat over expose konflik tersebut akan berdampak buruk bagi iklim demokrasi di indonesia.
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Penyiaran sebaiknya menahan diri dan tidak sepatutnya mengeksploitasi konflik antara ahok versus FPI secara berlebihan (over-expose).
Hal ini mengingat over expose konflik tersebut akan berdampak buruk bagi iklim demokrasi di indonesia.
Demikian kata Danang Sangga Buwana, komisioner KPI Pusat, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (13/11/2014). [BACA: Polisi Minta Ahok dan FPI Dimediasi].
Danang mengingatkan, konflik Ahok dan FPI adalah permasalahan lokal Jakarta yang telah merambah menjadi isu nasional karena siaran televisi menjangkau puluhan juta pemirsa maupun pendengar di berbagai daerah hingga pelosok.
Konflik politik tersebut, kata Danang, dikhawatirkan akan dapat memunculkan sentimen bernuansa SARA yang dapat menular ke berbagai daerah lain. [BACA: FPI Tolak Ahok Jadi Gubernur DKI]
"Publik yang terdiri dari berbagai etnis dan pluralitas agama ini bisa saja berpotensi tersulut oleh konflik tersebut. Dan bahkan bisa menjadi contoh buruk yang diadaptasi oleh berbagai daerah yang mungkin mengalami problem serupa," ujar Danang.
Seharusnya, kata Danang, Lembaga Penyiaran menjadi juru damai dengan mengimplementasi pola pola jurnalisme damai, bukan justru menjadi media provokatif yg kian memperuncing permasalahan tersebut.
Sebagai lembaga penyiaran yang menggunakan frekuensi milik publik, menurut Danang, media penyiaran sudah sepatutnya memanfaatkan diri untuk sebesar besarnya kepentingan publik dan sarana memperkukuh integrasi bangsa.
"Jangan sampai lembaga penyiaran justru menjadi perusak bagi nilai pluralisme bangsa dan untuk kepentingan sempit media semata. Ini tentu tidak dibenarkan oleh Undang Undang penyiaran," katanya. [BACA JUGA: Ahok Tertawa Terbahak-bahak]
Lebih jauh, Danang mengimbau agar lembaga penyiaran mampu menahan diri untuk tidak terlampau mengekspose pemberitaan tersebut yag dapat berdampak pada konflik politik dan konflik kepentingan yang lebih besar.
"Disini, para pemilik media seharusnya menyadari posisi medianya sebagai pilar demokrasi, bukan sebagai perusak nilai demokrasi," ujar Danang.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.