Beberapa Menteri Tidak Jalankan Program Revolusi Mental
Masih ada menteri dari Kabinet Kerja yang tidak melaksanakan program revolusi mental
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masih ada menteri dari Kabinet Kerja yang tidak melaksanakan program revolusi mental yang diusung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana menyebut beberapa menteri tersebut, masih meneruskan program menteri sebelumnya meskipun program itu dinilai bermasalah.
"Ya saya tidak bisa sebut satu persatu. Tapi kami surprise dengan beberapa pernyataan dari beberapa menteri yang menunjukkan kebijakan lama yang sudah menjadi bagian yang usang, polemik bermasalah, masih diterbitkan lagi," kata Danang di Jakarta, Sabtu (22/11/2014).
Ia mencontohkan program sertifikasi legalitas kayu. Menurut Danang, program ini telah menghambat perkembangan industri mebel di Indonesia. Di sisi lain, program yang bertujuan untuk menimalisasi pembalakan liar ini dinilainya tidak berhasil menekan angka pembalakan liar.
"Pembalakan masih terjadi dan pengusaha kayu kehilangan stok kayunya padahal pengusaha kayu sudah banyak yang gulung tikar," ucap dia.
Namun, lanjut Danang, menteri Kabinet Kerja saat ini tampak berniat untuk melanjutkan program tersebut tanpa melakukan perbaikan.
"Bahwa pejabat-pejabat yang dulu memiliki kepentingan tertentu terhadap kebijakan-kebijakan inilah yang harus direvolusi mentalnya sehingga lebih jernih dalam merumuskan kebijakan," ucap Danang.
Jika Presiden ingin melakukan revolusi mental, maka Danang menyarankan Presiden Jokowi untuk menggunakan pendekatan paksa. Presiden diminta tegas mencopot menteri atau pejabat negara yang tidak mau berubah, tidak mau merevolusi dirinya sendiri.
"Mekanismenya? Saat ini untuk mengubah revolusi mental di birokrasi, kita tidak bisa lagi dengan model persuasi, imbauan tapi harus dipaksa. Birokrasi kita harus dipaksa untuk berubah," tutur dia.
Ia mengatakan, kewenangan untuk melakukan tindakan tegas seperti pemecatan tersebut sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pasal 54 hingga 59 dalam Undang-Undang itu mengatur mekanisme sanksi bagi pejabat birokrasi yang tidak mengindahkan ketentuan tentang standar pelayanan publik.
"Jadi pejabat-pejabat saat ini kantor-kantor instansi pelayanan publik sangat mudah diganti oleh pimpinan yang lebih tinggi karena mereka tidak mengindahkan undang-undang," ucap Danang.