Elite Golkar Sebut Ada Manipulasi Demokrasi di Internal Partai
Hal itu karena mengacu ke rekomendasi Munas 2009 lalu. Kemudian diperkuat keputusan rapat pleno DPP Golkar.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Golkar memutuskan musyawarah nasional (munas) dipercepat pada November 2014. Hal itu menimbulkan dinamika politik di internal Golkar.
Ketua DPP Golkar Melchias Marcus Mekeng angkat bicara soal percepatan munas. Pasalnya, Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie (Ical) selalu menyatakan Munas digelar Januari 2015. Hal itu karena mengacu ke rekomendasi Munas 2009 lalu. Kemudian diperkuat keputusan rapat pleno DPP Golkar.
"Dia menolak semua upaya mempercepat Munas pada 8 Oktober lalu sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga partai. Bahkan dia memecat sejumlah kader yang terus mendorong percepatan Munas," kata Mekeng di Jakarta, Jumat (21/11/2014).
Namun pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas), tiba-tiba sikap ARB berubah. Awalnya pada Januari 2015 menjadi digelar pekan depan yakni 30 November-4 Desember 2014.
Mekeng menilai ada manipulasi demokrasi di internal Golkar. "Sungguh keterlaluan apa yang terjadi saat ini. Demokrasi dipaksakan untuk kepentingan sejumlah kelompok," kata Mekeng.
Ia menjelaskan rapat Pleno DPP Golkar yang ditetapkan sendiri oleh Ical bahwa Munas digelar Januari 2015, tiba-tiba berubah pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) yaitu Munas dipercepat.
Lebih mengherankan, kata Mekeng, percepatan Munas itu secara serempak disampaikan para Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) tingkat I (provinsi). Padahal sebelumnya, mereka menolak Munas dipercepat.
"Ini patut dipertanyakan, ada apa? Apa karena sudah menerima sesuatu. Demokrasi sepertinya sudah diskenario," ujar anggota Komisi XI DPR ini.
Ia menilai cara Ical memimpin partai seperti milik pribadi dan keluarganya. "PT (perseroan terbatas) masih lebih baik karena ada komisaris, dewan komisaris, pengawas dan sebagainya. Ini seperti CV, yang kepemilikannya adalah Aburizal," tuturnya.
Menurutnya, jika ingin memimpin lagi maka harus dilakukan dengan cara-cara yang sehat, jujur, dan demokratis.
"Jangan ada intimidasi, pemakasaan kehendak dan menghalalkan segala cara. pertarungan belum selesai. Jika saat ini, Ical dan kelompoknya leluasa memainkan Golkar sesuai kehendaknya, pada Munas akan menentukan. Yang mencalonkan menjadi Ketum bukan hanya Ical tetapi ada calon lain," ungkapnya.