Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Publik Punya Hak Mengkritisi Jokowi

Kritikan seakan datang silih berganti kepada Presiden Jokowi atas keputusannya yang mengesankan, jauh dari ekspektasi publik

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Publik Punya Hak Mengkritisi Jokowi
Tribunnews/JEPRIMA
Presiden Joko Widodo atau yang kerap disapa Jokowi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kritikan seakan datang silih berganti kepada Presiden Jokowi atas keputusannya yang mengesankan, jauh dari ekspektasi publik pasca pembentukan kabinet.

Menyisakan jejak abu-abu, hingga komitmen penegakan hukum, seperti penunjukan politisi partisan, menjadi Jaksa Agung. Yang sebaiknya, disikapi sebagai bentuk sayang publik terhadap pemerintahan Jokowi-JK yang baru seumur jagung.

Hal ini diungkapkan Sekretaris Pusaka Trisakti Fahmi Habsyi menanggapi hasil survei LSI Denny JA  sebelumnya. Dalam survei itu diungkap, tingkat  kepuasan publik terhadap Jokowi-JK merosot drastishingga dibawah 50 (lima puluh persen) ketika belum genap 100 (seratus) hari.

"Wajar saja karena kebijakan tak populis menaikkan BBM sejak awal tidak diikuiti dengan membangun keyakinan publik dengan pembentukan kabinet yang clean and clear. Sehingga disaat membutuhkan dukungan publik, pers dan civil society dalam kebijakan yang tak populis disikapi publik menjadi skeptis," ujarnya, Sabtu (22/11/2014).  

"ATM politik dukungan publik sudah berkurang signifikan sebelum kebijakan kenaikan BBM dimunculkan. Over confidence Pak Jokowi ternyata berbeda dengan ekspektasi publik. Patokan publik adalah kabinet Jokowi harus lebih baik integritasnya dan komitmen kerakyatannya  dari kabinet pemerintahan sebelumnya," tambahnya.  

Fahmi mengaku memamahami kondisi tersebut sebagai bagian yang pernah ditugaskan dalam  tim ad oc khusus yang dibentuk dan disupervisi langsung Jokowi, dalam mengantisipasi kecurangan pilpres satu bulan sebelum pilpres.

Bercermin pada pengalaman saat Jokowi curhat sebelum berangkat umroh, ketika kepercayaan dirinya yang tinggi diawal-awal pencapresan, melihat realita dukungan publik dilapangan, ternyata berbeda dengan realita sistem politik yang amburadul, serta survei Jokowi-JK pada titik kritis selisih 2 persen. "Sehari, Jokowi ketika itu bisa menghubungi tim 5-7 kali untuk meringankan kegalauannya," cerita Fahmi.

Berita Rekomendasi

Fahmi kemudian berharap, publik tetap pada keyakinan,  Jokowi-JK memiliki komitmen tinggi mensejahterakan rakyat.  Jokowi, tambahnya, menyadari realita yang terjadi,  dukungan politik sebelumnya, bukan berarti publik selamanya akan mengamini setiap langkah politiknya.

Keyakinan publik atas niat dan karakter baik Jokowi-JK harus tercermin juga dalam keputusan orang-orang  yang membantunya.  Publik harus memaklumi, Jokowi baru memasuki dunia politik nasional ini, sehingga belum mempunyai refrensi yang banyak, orang-orang yang tepat untuk membantunya.

"Berikan Pak Jokowi-JK waktu untuk menunjukkan pengabdiannya. Mayoritas yang ditempatkan kabinet, kan tidak sepenuhnya merasakan langsung suasana kebatinan, kegalauan  Pak Jokowi dan Pak JK dalam perjuangan pilpres kemarin," sebut Fahmi.

Pubik dan para relawan, tambahnya,  punya hak untuk mengkritisi dan mengingatkan agar menteri-menteri yang ketiban pulung harus  militan mewujudkan janji-janji Jokowi-JK.

"Jokowi-JK kecewa jika menteri main-main amanah dan harapan rakyat. Ada yang tidak benar, diganti saja aja," pungkasnya.

Tags:
BBM
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas