Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Lima Dasar Penolakan UU Ormas Versi Peneliti PSHK

Penolakan UU Ormas ini dilakukan berbagai organisasi karena telah menciderai UU Perkumpulan.

Penulis: Randa Rinaldi
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Lima Dasar Penolakan UU Ormas Versi Peneliti PSHK
SERAMBI INDONESIA/M ANSHAR
Massa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Aceh melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Banda Aceh, Jumat (12/4). Mereka membawa poster berisikan menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Organisasi Masyarakat (Ormas). SERAMBI/M ANSHAR 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Randa Rinaldi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penolakan Undang-Undang Organisasi Masyarakat (Ormas) disuarakan berbagai organisasi termasuk Muhammadiyah. Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Eryanto Nugroho mengungkapkan ada lima dasar penolakan UU Ormas.

Pertama, proses pembentukan UU Ormas tidak memenuhi peraturan perundang-perundangan yang baik. Penolakan UU Ormas ini dilakukan berbagai organisasi karena telah menciderai UU Perkumpulan.

"Ini tidak memenuhi asas yang berlaku bagi pemangku kepentingan dan tegas menolak karena tidak memenuhi proses pembentukan yang baik," kata Eryanto saat diskusi publik dengan tema "Dari Undang-Undang Ormas ke Rancangan Undang-Undang Perkumpulan" di Kantor Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Rabu (17/12/2014).

Kedua, implementasi yang bermasalah menimbulkan kerancuan di berbagai daerah. Eryanto menuturkan, permasalahan di berbagai daerah muncul karena Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kementerian Dalam Negeri.

Ketiga, UU Ormas dinilai sabagai sejarah yang membawa paradigma bermasalah. Hal ini berdasarkan pengalaman pada tahun 1980-an yang mengalami perdebatan mengenai UU Ormas. Perdebatan ini terkait ormas sebagai wujud upaya stabilitasi politik baik melalui wadah tunggal dan asas tunggal.

"Kita memandang bahwa era demokrasi harus dikontrol masyarakat bahwa paradigma masyarakat sebagai ancaman bukan sebagai mitra kerja itu paradigma sekarang,"kata Eryanto.

Berita Rekomendasi

Keempat, UU Ormas lebih mengedepankan pendekatan politik. Eryanto menyatakan adanya penyeragaman organisasi melalui Kesbangpol Kemendagri lebih mengedapankan politik sehingga menjadikan Ormas dikekang.

Kelima, terjadinya kerangka hukum yang tumpang tindih dalam perkumpulan berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum serta tidak mencampuri dengan yayasan. Menurutnya, perbedaan ini penting dilakukan sehingga tidak menjadi kerancuan dalam implementasi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas