Ancaman ISIS di Youtube Harus Disikapi Serius
Kini, saatnya Indonesia bangkit melawan jaringan terorisme baru yang bernama ISIS
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Munculnya video kelompok Islamic State of Iraq and Syria yang berisi ancaman dan tantangan terhadap TNI, Polri dan Barisan Serbaguna (Banser) Anshor Nahdlatul Ulama, tidak bisa dianggap sebagai hal yang remeh temeh.
"Ancaman ISIS yang diunggah di youtube harus dilihat sebagai bentuk terkonsolidasinya gerakan radikal dan terorisme di Indonesia," kata Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Bandung, Muradi, Sabtu (26/12/2014).
Muradi mengatakan, masa hibernasi dan tiarap dari jejaring terorisme di indonesia pasca-tewasnya Dr Azahari dan Noordin M Top telah berlalu. Kini, saatnya Indonesia bangkit melawan jaringan terorisme baru yang bernama ISIS.
"Jejaring radikal ini juga telah melakukan regenerasi yang baik pasca-pengiriman ratusan orang ke Suriah dan Irak selama setahun terakhir, dan puluhan diantaranya telah kembali ke Indonesia via Batam, Medan, Makassar dan Surabaya," ucapnya.
Muradi mencurigai, mereka yang kembali ke Indonesia inilah yang membangun jejaring baru dan memotivasi jejaring lama untuk kembali menyebar teror di Indonesia. Artinya, kata dia, ada hal urgent yang harus disikapi oleh TNI, Polri, BNPT, dan juga Densus 88 terkait dengan ancaman yang disebar via sosial media tersebut.
Setidaknya, menurut Muradi, ada lima hal yang harus dilakukan oleh institusi keamanan dalam merespon ancaman tersebut. Pertama, ancaman tersebut harus dilihat sebagai bagian dari kemungkinan menguatnya gerakan radikal di Indonesia sebagai efek dari pengiriman ratusan orang ke Suriah dan Irak.
Kedua, institusi keamanan harus mendahului menyerang dan menghadang gerakan teror dan radikal di indonesia, baik jejaring yang lama maupun jejaring yang baru dari reinkarnasi jejaring ISIS di Indonesia.
Ketiga, institusi keamanan harus memastikan penangkapan gembong terorisme di Indonesia atau setidaknya menghancurkan basis dan jejaring teror yang ada agar ada efek gentar yang membuat manuver dan upaya untuk melakukan teror tidak dilakukan secara masif.
"Momentum menangkap Santoso dapat dijadikan efek gentar dari pelaku teror tersebut bahwa institusi keamanan serius menyikapi ancaman tersebut," ucap dia.
Keempat, mengefektifkan peran publik dengan jejaring tokoh masyarakat, dan tokoh agama bersama dengan organissasi yang dimiliki oleh TNI, Polri, BIN, dan juga BNPT seperti Babinsa, Babinkamtibmas, Polmas, FKDM, dan juga FKPT untuk melakukan deteksi dini agar dapat memastikan bahwa jejaring teror dan kelompok radikal terbatasi ruang geraknya.
Terakhir, pemerintah harus memastikan bahwa langkah untuk memberantas terorisme di Indonesia membutuhkan kebijakan yang terintegrasi semua elemen masyarakat, dan hal tersebut hanya dapat dilakukan dengan kebijakan pemerintah.
"Salah satu yang harus dilakukan oleh pemerintah misalnya mengganti pimpinan TNI, Polri, Densus 88 dan juga BNPT manakala dinilai gagal agar motivasi yang lebih besar dari sekedar menjalankan peran dan fungsi rutinnya," pungkasnya.
Sebelumnya beredar video di laman Youtube, yakni seorang pria dengan menggunakan bahasa Indonesia, mengancam Panglima TNI Jenderal, Polri, dan Banser. Video yang diunggah oleh akun bernama Al-Faqir Ibnu Faqir pada 24 Desember 2014 tersebut berjudul "Ancaman wahabi terhadap Polisi, TNI dan Densus 88, Banser". Video tersebut berdurasi 04:01 menit.
Dalam video itu, pria berkumis dan berjanggut tersebut mengancam Panglima TNI, Polri, dan Banser, dengan mengatakan menunggu kedatangan TNI, Polri, dan Banser yang dikabarkan akan ikut memerangi ISIS. Belum diketahui identitas pria itu dan sedang berada di mana saat video itu dibuat.
"Apabila kalian tidak datang kepada kami, kami akan datang kepada kalian," kata pria tersebut. (Ihsanuddin)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.