KPK Lima Kali Tangkap Tangan Koruptor Selama 2014
Sepanjang 2014, petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan lima kali pelaku pidana korupsi.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sepanjang 2014, petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan lima kali pelaku pidana korupsi. Orang yang pertama tertangkap adalah Bupati Bogor Rahmat Yasin terkait dugaan suap pengurusan lahan kuburan bukan umum yang melibatkan Ketua DPRD Kabupaten Bogor Iyus Djuher pada Mei 2014.
Bupati yang juga Ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jawa Barat itu ditangkap karena diduga terlibat praktik suap menyuap dalam kasus alih fungsi lahan di daerah Sentul, Bogor yang diajukan PT Bukit Jonggol Asri kepada Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor.
Yasin ditangkap di rumah pribadinya di Perumahan Yasmin, Kelurahan Curug Mekar, Bogor sekitar pukul 19.30 WIB.
Selain itu, KPK juga menangkap Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bogor Muhammad Zairin dan Direktur PT Bukit Jonggol Asri, Fransiskus Xaverius Yohan Yap di sebuah restoran di Sentul, Bogor. Dari operasi tersebut, KPK menyita setidaknya Rp 800 juta.
Yasin diduga menerima suap Rp 4,5 miliar terkait terkait izin alih fungsi lahan seluas 2.754 hektare.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat, telah memvonis Yasin 5,5 tahun pidana penjara dan denda Rp 300 juta atau subsider tiga bulan kurungan penjara dan hukuman tambahan pencabutan hak dipilih selama dua tahun.
Tangkap tangan kedua terhadap Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk yang diduga menerima suap dari Direktur PT Papua Indah Perkasa Teddy Renyut terkait proyek penanggulangan bencana pembangunan tanggul laut di Biak.
Pada penangkapan tersebut, KPK berhasil menyita uang senilai 100 ribu dolar Singapura di sebuah hotel kawasan Matraman, Jakarta Pusat, Juni lalu.
Uang itu diduga kuat sebagai suap untuk mendorong percepatan proyek Tanggul Laut yang menjadi bagian program pengentasan daerah tertinggal Kabupaten Biak Numfor dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal.
Atas perbuatannya, Yesaya dijatuhkan vonis empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp 200 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Yesaya terbukti korupsi secara berlanjut dengan menerima suap dari pengusaha Teddy Renyut terkait dengan proyek pembangunan tanggul laut di Biak.
Sementara Direktur PT Papua Indah Perkasa Teddy Renyut divonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp 150 juta. Teddy terbukti korupsi secara berlanjut dengan menyuap Bupati Biak Numfor nonaktif Yesaya Sombuk terkait proyek pengadaan tanggul laut di Biak.
Proyek ini diusulkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2014 pada Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal.
Tangkap tangan ketiga KPK menangkap Bupati Karawang Ade Swara (54) beserta istrinya, Nurlatifah, pada Jumat, (18/7/2014) dini hari usai keduanya menghadiri acara safari ramadhan. Penangkapan tersebut terkait dugaan pemerasan terhadap PT Tatar Kertabumi senilai Rp 5 miliar.
Keduanya diduga memeras PT Tatar Kertabumi yang ingin meminta izin untuk pembangunan mal di Karawang. PT Tatar memberikan 424.329 dolar Amerika Serikat. Uang tersebut dijadikan barang bukti oleh KPK.
Keduanya disangka melanggar Pasal 12 e atau Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 421 jo Pasal 55 KUHP.
Pada 7 Oktober 2014, KPK menetapkan suami istri tersangka dugaan pidana pencucian uang. Penetapan pasal ini tak lepas dari hasil pengembangan penyidikan KPK terhadap dugaan pemerasan yang juga menjerat Ade dan Nurlatifah yang juga anggota DPRD Karawang 2009-2014.
Operasi tangkap tangan keempat terhadap Gubernur Riau Annas Maamun (74) pada Kamis 25 September 2014 di perumahan Citra Gran Blok RC 3 Nomor 2, RT 05/RW 11, Cibubur, Jakarta Timur. Barang bukti yang disita 156 ribu dolar Singapura dan Rp 500 juta. Totalnya sekitar Rp 2 miliar.
Politikus Golkar itu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait Pengajuan Revisi Alih Fungsi Hutan di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau tahun anggaran 2014 ke Kementerian Kehutanan.
KPK juga menetapkan dosen sekaligus pengusaha Gulat Manurung sebagi tersangka di kasus yang sama. Annas disangka Pasal 12 huruf a atau 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara Gulat dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor.
Tangkap tangan Kelima dialami Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron terkait dugaan suap jual beli gas alam di Bangkalan, Madura, awal bulan ini. Penangkapan Fuad merupakan rentetan penangkapan Direktur PT Media Karya Sentosa Antonius Bambanng Djatmiko yang memberikan uang senilai Rp 700 juta kepada Rauf yang tak lain adalah perantara Fuad Amin.
Pada operasi kali ini KPK juga menangkap Darmono yang diduga sebagai perantara Antonius. Darmono kemudian diserahkan ke TNI AL karena dia adalah prajurit TNI AL berpangkat kopral satu.
KPK berhasil menyita barang bukti uang senilai Rp 700 juta dalam pecahan uang Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu. KPK kemudian menggeldah rumah Fuad di Bangkalan dan menemukan total uang senilai Rp 4 miliar.
Pada kasus tersebut, KPK langsung menetapkan ketiganya sebagai tersangka dan telah menjalani serangkaian pemeriksaan.