Penyelesaian Kasus Penistaan Agama, Ini Beda Indonesia dan Prancis
Warga Negara Indonesia dipandang lebih dewasa dalam menyelesaikan permasalahan kasus penistaan agama.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Warga Negara Indonesia dipandang lebih dewasa dalam menyelesaikan permasalahan kasus penistaan agama. Apabila ada masalah, maka dipilih pola penyelesaian melalui jalur hukum.
Ini merujuk langkah yang dilakukan Majelis Tabligh dan Dakwah Korps Mubaligh Jakarta melaporkan Pemimpin Redaksi The Jakarta Post Meidyatama Suryodiningrat kepada pihak kepolisian terkait kasus dugaan penistaan agama.
Penistaan agama yang dimaksud adalah gambar karikatur ISIS yang dimuat dalam media The Jakarta Post edisi 3 Juli 2014. Karikatur itu menggambarkan bendera berlambang tengkorak dengan kalimat tauhid di atasnya.
Berbeda dibandingkan apa yang terjadi di Paris, Prancis, di mana aksi penembakan oleh orang tak dikenal di kantor majalah satir Prancis Charlie Hebdo menewaskan 12 orang. Korban tewas termasuk pemimpin redaksi dan kartunis majalah tersebut. Mereka selama ini terkenal karena berulang kali menerbitkan karikatur Nabi Muhammad.
"Karakter warga negara Indonesia tidak pendendam dan melakukan penyerangan sporadis dengan cara-cara seperti itu," ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Martinus Sitompul di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (9/1/2015).
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Martinus Sitompul menjelaskan apabila ada permasalahan dalam pemberitaan pers, maka penyelesaian sesuai mekanisme di dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
"Penyelesaian permasalahan dalam pemberitaan pers melalui lembaga dewan pers. Penyelesaian sengketa pers mempunyai mekanisme. Kepolisian terkait dengan kegiatan jurnalis dann keberatan atas apa yang dimuat mereka, polisi akan menyarankan untuk hak jawab atau melalui dewan pers," katanya.