Mendagri Belum Revisi SK Pemecatan Rahmat Yasin
"Jadi janji perubahan SK Mendagri itu bohong. Implikasi ini berdampak kepada gejolak politik lokal terkait SK tersebut,"
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri ternyata memberhentikan Bupati Bogor Rahmat Yasin secara terhormat. Sebelumnya Mendagri Tjahjo Kumolo mengaku Surat Keputusan (SK) untuk narapidana kasus suap alih fungsi lahan hutan lindung di Bogor itu salah ketik, dan segera direvisi.
"Jadi janji perubahan SK Mendagri itu bohong. Implikasi ini berdampak kepada gejolak politik lokal terkait SK tersebut," ungkap anggota Badan Musyawarah DPRD Kabupaten Bogor, A Tohawi kepada wartawan di Jakarta, Kamis (15/1/2015).
Tohawi mengetahui tak ada perubahan SK Mendagri terkait pemberhentian Rahmat Yasin dari Kasubdit Dirjen Otda Init IV Andi Bataralipu, saat menggelar pertemuan.
Diungkapkan Tohawi, Andi menegaskan langkah Ditjen Oda sudah tepat dengan menerbitkan SK Mendagri No 131.32.4652 terkait pemberhentian terhormat. Sehingga tidak ada perubahan lagi.
Dihubungi terpisah, Ketua DPRD Kab Bogor Ade Ruhandi membenarkan kabar itu. SK pemberhentian Rahmat Yasin oleh Mendagri masih tetap secara hormat. Rencananya SK itu akan dibacakan di sidang paripurna pengangkatan Plt Bupati Nurhayanti.
"SK pemecatan RY secara hormat tetap kami sampaikan di paripurna. Padahal Mendagri pernah mengatakan kepada media SK itu salah ketik. Makanya Bamus DPRD beraudiensi ke Mendagri. Ini yang buat kami bingung, entah siapa yang benar, Mendagri atau Kabid Dirjen Otda," terangnya.
Ade menyadari penerbitan SK Mendagri terhadap RY cacat prosedur dan hukum. Sebab saat ini SK tersebut belum juga direvisi.
Sebagai catatan, sesuai SK Mendagri Tjahjo Kumolo bernomor 131.32.4652 tahun 2014 yang diterbitkan 25 November 2014, memutuskan memberhentikan dengan hormat Bupati Bogor Rahmat Yasin. Sementara Rahmat divonis bersalah Pengadilan Tipikor Bandung.
Pendiri Lembaga Kajian Strategis Nasional, Irwan Suhanto mendesak Mendagri menegur anak buahnya. Jika memberhentikan narapidana korupsi dengan hormat, sama saja mencederai rasa keadilan publik.
"Memberhentikan koruptor dengan hormat itu gila. Ini berarti Mendagri tidak membaca dulu surat yang dia tandatangani. Ini berbahaya buat pemerintahan Jokowi," terang Irwan.