Tiga Pakar Hukum Daftarkan Uji Materi UU Kepolisian Siang Ini di MK
Pasal yang rencananya akan diuji materi adalah Pasal 11 Ayat 1 UU No 2 Tahun 2002 yang mengatur pengangkatan dan pemberhentian Kapolri oleh Presiden
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com, Jakarta - Sejumlah pakar hukum, di antaranya Denny Indrayana, Zainal Arifin Mochtar, dan Saldi Isra akan mendaftarkan uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian ke Mahkamah Konstitusi, Jumat (23/1/2015). Rencananya, mereka akan mendatangi MK pukul 13.00 WIB.
"Sekarang masih disusun, siang ini setelah Jumatan kami akan ke MK, ya sekitar pukul 13.00 WIB," ujar Zainal Arifin Mochtar, saat dihubungi Kompas.com, Jumat pagi.
Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ini, mengatakan, alasan pengajuan uji materi terhadap UU Kepolisian ke MK karena saat ini terjadi "parliament heavy" di mana setiap pemilihan pejabat negara harus melalui persetujuan DPR, termasuk pemilihan Kepala Polri. Padahal, kata dia, presiden memiliki hak prerogatif untuk memilih pejabat negara, termasuk Kapolri.
"Parliament heavy", lanjut Zainal, terjadi pasca reformasi, ketika rakyat Indonesia terlalu marah terhadap Presiden Soeharto, sehingga kewenangan Soeharto dilucuti dan diserahkan sepenuhnya kepada DPR. Namun, saat ini, Zainal mengatakan hal tersebut "kebablasan" sehingga sistem presidensial yang seharusnya "executive heavy" kini justru menjadi "parliament heavy"
"Sekarang kan jadinya parliament heavy. Sistem presidensial memberikan ke parlemen. Sekarang pemilihan pejabat negara kan lewat DPR semua," kata Zainal.
Pasal yang rencananya akan diuji materi adalah Pasal 11 Ayat 1 UU No 2 Tahun 2002 yang mengatur pengangkatan dan pemberhentian Kapolri oleh Presiden dilakukan atas persetujuan DPR. Pasal tersebut dianggap bertentangan dengan pasal 4 ayat 1 Undang-udang Dasar 1945 yang berbunyi, "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar".
"Nah ini yang ingin kami kembalikan di mana hak prerogatif presiden diperkuat. Tidak harus lagi lewat DPR. Salah satunya pemilihan Kapolri," kata Zainal.
Isu mengenai pergantian Kepala Polri menjadi polemik saat Presiden Jokowi mengajukan calon tunggal yaitu Komisaris Jenderal (Pol) Budi Gunawan. Beberapa hari setelah Jokowi mengajukan nama Budi Gunawan ke DPR, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Akan tetapi, status tersangka Budi tak menghalangi DPR untuk menyatakan persetujuannya atas pencalonan Budi sebagai Kapolri. Komisi III DPR secara aklamasi menyatakan setuju atas calon yang diajukan Presiden Jokowi.
Namun, karena tekanan dan penolakan publik, Jokowi menunda pelantikan Budi sebagai Kapolri. Hingga hari ini, Presiden belum memutuskan apakah akan tetap melantik Budi atau mengajukan calon lainnya. (Fathur Rochman)